A.
PENGARUH
MODEL PENGAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM
BASED INSTRUCTION) DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS TERHADAP HASIL BELAJAR
IPA SISWA KELAS VI DI SD GUGUS II UNTUNG SURAPATI TAHUN AJARAN 2012/2013
B. PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang
Di
era globalisasi pendidikan merupakan kebutuhan penting bagi setiap manusia,
negara maupun pemerintah. Pembaharuan demi pembaharuan selalu diupayakan agar
pendidikan benar-benar dapat memberikan konstribusi yang signifikan dalam usaha
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa (Suyanto & Hisyam, 2000). Undang-undang
Sisdiknas No. 20 tahun 2003 menyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga yang berdemokratis serta bertanggungjawab. Tujuan dari institusi pendidikan perlu diarahkan menuju lulusan yang
mandiri, artinya tujuan pendidikan tidak semata-mata penyesuaian diri, tetapi
juga peningkatan kemampuan dan kemauan untuk mengubah masyarakat menuju
kehidupan yang lebih baik (Sadia et al.,
2007).
Namun, pada kenyataannya mutu pendidikan di Indonesia masih
jauh dari harapan. Mutu pendidikan adalah muara dari mutu pembelajaran. Pembelajaran
formal di sekolah masih belum optimal, termasuk dalam pembelajaran IPA.
Pembelajaran yang belum optimal timbul karena permasalahan-permasalahan yang
dialami pada proses pembelajaran. Sampai saat ini, masalah yang melanda dunia
pendidikan, khususnya dalam pembelajaran IPA adalah pada upaya mengembangkan
pemahaman konsep dan meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini disebabkan oleh
guru yang dalam proses pembelajaran jarang mengaitkan konsep-konsep atau materi
yang diajarkan dengan kehidupan nyata dan jarang mengarahkan siswa untuk
menghubungkan pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan konsep yang
diajarkan (Mariawan, 2005; Putra, 2007).
Menurut Arends (dalam Trianto 2007 : 66) : “ it is strange that we expect students to
learn yet seldom teach then about
learning, we expect student to solve problems yet seldom teach then about
problem solving”, yang bearti dalam mengajar guru selalu menuntut siswa
untuk belajar dan jarang memberikan pelajaran tentang bagaimana siswa untuk
belajar, guru juga menuntut siswa untuk menyelesaikan masalah, tapi jarang
mengajarkan bagaimana siswa seharusnya menyelesaikan masalah.
Model pembelajaran yang saat ini masih banyak dipergunakan
oleh guru di sekolah dasar adalah model pembelajaran konvensional. Menurut
Coleman (Whitaker, 1989 dalam Rasana 2009 : 18) mengatakan bahwa pembelajaran
konvensional merupakan asimilasi informasi dengan ciri-ciri sebagai berikut:
(1) pemerolehan oinformasi, (2) pengorganisasian informasi menjadi prinsip umum
pada kasus-kasus yang bersifat spesifik, dan penerapan prinsip umum pada
keadaan-keadaan baru. Sulaeman (1998, dalam Rasana : 18) mengatakan bahwa
pembelajaran konvensional merupakan metode yang paling efisien dalam mengajar
yang bersifat hafalan (ingatan). Dari kedua pendapat tersebut, tampak lah bahwa
pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang terpusan pada guru. Guru
bersifat aktif sedangkan siswa bersifat pasif. Tidak ada kesempatan bagi siswa
untuk mengeluarkan pendapat maupun kreatifitasnya. Kegiatan seperti ini tentu
saja membosankan dan mengurangi semangat siswa untuk belajar. Penerapan model
konvensional ditandai dengan penyajian pengalaman-pengalaman yang berkaitan
dengan konsep yang akan dipelajari. Kemudian guru memberikan informasi kepada
siswa, dilanjutkan dengan tanya jawab,
pemberian tugas, sampai pada akhirnya guru merasa bahwa apa yang telah
diajarkan sudah dapat dipahami oleh siswa. Siswa tidak diberikan kesempatan
untuk bertukar pikiran, sehingga siswa hanya menerima informasi atau konsep
saja tanpa memahami secara jelas konsep-konsep itu.
Persoalan yang seperti inilah yang harus dipecahkan sekarang
ini. Guru harus mampu menemukan model pembelajaran yang dapat mengaktifkan
siswa. Guru harus menemukan cara yang terbaik untuk menyampaikan berbagai
konsep yang telah diajarkan agar siswa dapat memahami secara mendalam konsep
yang telah dimilikinya kemudian memecahkan masalah yang berkaitan dengan konsep
tersebut. Peran guru disini adalah bagaimana guru tersebut dapat menggunakan
model pembelajaran yang berkaitan dengan cara memecahkan masalah.
Menurut Trianto (2007 : 67) Model pembelajaran berdasarkan
masalah merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya
permasalahan yang membutuhkan penyelidikan autentik yakni penyelidikan yang
membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan nyata. Dari contoh
permasalahan nyata, diharapkan siswa dapat menyelesaikan masalah tersebut
dengan menggunakan konsep yang telah dimiliki sebelumnya. Sehingga siswa
memahami konsep dan bukan sekedar menghafal konsep.
Pembelajaran hendaknya lebih mengutamakan proses dan
keterampilan berpikir, seperti mendefinisikan dan menganalisis masalah,
memformulasikan prinsip, mengamati, mengklarifikasi, dan memverifikasi.
Pembelajaran keterampilan berpikir dimulai dengan pembelajaran pemahaman
konseptual. Oleh karena itu keterampilan berpikir kritis siswa menentukan
tingkat pemahaman konsep siswa. Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut,
kualitas pembelajaran di SD perlu ditingkatkan, agar hasil belajar siswa dapat meningkat. Penerapan
model pembelajaran berbasis masalah secara interaktif diduga dapat memberikan
konstribusi terhadap permasalahan-permasalahan pembelajaran terutama mata
pelajaran IPA. Oleh sebab itu,
peneliti ingin mengkajinya dalam suatu penelitian eksperimen yang berjudul
“Pengaruh Model Pengajaran Berbasis Masalah dan Keterampilan Berpikir Kritis Terhadap
Hasil Belajar IPA Siswa Kelas VI di SD Gugus II Untung Surapati tahun Ajaran
2012/2013”.
2.
Identifikasi
Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, dapat diidentifikasi sebagai berikut:
a. Pengembangan pemahaman konsep dan meningkatkan hasil belajar
siswa
b. Pembelajaran yang lebih cenderung berpusat pada guru (teacher centered).
c. Kecenderungan siswa sebagai pebelajar yang pasif.
3. Pembatasan
Masalah
Mengingat
banyaknya faktor yang sudah diidentifikasi tidak mungkin diteliti secara
keseluruhan maka penelitian ini cakupan bahasannya dibatasi pada Pengaruh Model
Pengajaran Berbasis Masalah dan Keterampilan Berpikir Kritis Terhadap Hasil
Belajar IPA Siswa Kelas VI di Gugus II Untung Surapati
4. Perumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini,
sebagai berikut.
a. Apakah
terdapat perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang menggunakan
model pengajaran berbasis masalah dengan kelompok siswa yang belajar
menggunakan model pembelajaran konvensional.
b.
Apakah pengaruh interaksi antara model model pengajaran berbasis masalah dan keterampilan
berpikir kritis siswa terhadap hasil belajar IPA siswa kelas VI SD Gugus II
Untung Surapati?
c.
Apakah terdapat perbedaan hasil belajar
IPA siswa kelas VI SD Gugus II Untung Surapati pada siswa yang memiliki keterampilan
berpikir kritis rendah, antara kelompok siswa yang belajar dengan menggunakan
model pengajaran berbasis masalah dengan kelompok siswa yang belajar
menggunakan model pembelajaran konvensional,?
d.
Apakah terdapat perbedaan hasil belajar
IPA siswa kelas VI SD Gugus II Untung Surapati pada siswa yang memiliki keterampilan
berpikir kritis tinggi antara kelompok siswa yang belajar dengan menggunakan
model pengajaran berbasis masalah dengan kelompok siswa yang belajar
mengggunakan model pembelajaran konvensional?
5. Tujuan
Penelitian
Sesuai dengan rumusan
masalah, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
a.
Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar
IPA antara kelompok siswa yang belajar menggunakan model pengajaran berbasis
masalah dengan kelompok siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran
konvensional.
b.
Untuk menganalisis pengaruh interaksi
antara model pembelajaran dan keterampilan berpikir kritis siswa terhadap hasil belajar IPA siswa
kelas VI SD Gugus II Untung Surapati.
c.
Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar
IPA siswa kelas VI SD Gugus II Untung Surapati pada siswa yang memiliki keterampilan
berpikir kritis rendah, antara kelompok
siswa yang belajar dengan menggunakan model pengajaran berbasis masalah dengan
kelompok siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran konvensional.
d.
Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar
IPA siswa kelas VI SD Gugus II Untung Surapati pada siswa yang memiliki keterampilan
berpikir kritis tinggi antara kelompok
siswa yang belajar dengan menggunakan model pengajaran berbasis masalah dengan
kelompok siswa yang belajar mengggunakan model pembelajaran konvenssional.
6. Manfaat
Penilitian
a.
Penelitian
ini diharapkan dapat menghasilkan perangkat pembelajaran yang dipandu dengan model pengajaran berbasis masalah guna peningkatan hasil belajar IPA di SD
b. Bagi siswa, penelitian ini akan sangat bermanfaat untuk
mengembangkan pemahaman konsep dan meningkatkan hasil belajar IPA maupun sebagai bekal tentang cara memecahkan masalah
dalam kehidupannya di masyarakat.
C.
Landasan Teori
1)
Kajian Teoretis
a.
Pandangan Konstruktivistik dalam
Pembelajaran
Pandangan
konstruktivisme menekankan bahwa guru bukanlah seorang yang maha tahu dan siswa
bukanlah yang belum tahu dan karena itu harus diberi tahu. Proses belajar
dicirikan oleh aktifnya siswa untuk mencari tahu dengan membentuk
pengetahuannya, sedangkan guru membantu agar pencarian itu berjalan baik. Von Glaserfeld menyatakan bahwa pengetahuan bukan
merupakan hasil penerimaan pasif, namun merupakan aktivitas pembangunan
kognitif oleh individu (dalam Pardjono, 2002). Bodner (dalam Shadiq, 2006)
menyatakan bahwa pengetahuan akan tersusun atau terbangun di dalam pikiran
siswa sendiri ketika ia berupaya untuk mengorganisasikan pengalaman barunya
berdasar pada kerangka kognitif yang sudah ada di dalam pikirannya. Implikasinya, pengetahuan tersebut tidak dapat
dipindahkan dari pikiran pengajar ke pikiran pebelajar. Jadi, pebelajar yang
harus secara aktif dalam mencari dan memanfaatkan sumber-sumber informasi untuk
mendukung pengetahuan yang dimilikinya.
b.
Istilah dan Pengertian Pengajaran
Berbasis Masalah
Pengajaran berbasis masalah telah dikenal sejak
zaman John Dewey, dan sekarang sudah mulai digunakan sebab setelah ditinjau
secara umum pembelajran berdasarkan masalah, dapat menyajikan kepada siswa
situasi masalah yang otentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada
mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Menurut Tan (dalam Rusman, 2010: 229), pembelajaran berbasis
masalah merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBM kemampuan
berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau
tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan
mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan.
Pembelajaran berbasis masalah
merupakan model pembelajaran yang menggunakan masalah di dunia nyata sebagai
konteks tentang keterampilan pemecahan masalah serta memperoleh pengetahuan dan
konsep esensial dari mata perlajaran. Pembelajaran berbasis
masalah merupakan suatu metode pembelajaran yang
menantang siswa untuk “belajar bagaimana
belajar”, bekerja secara berkelompok untuk
mencari solusi dari permasalahan dunia nyata.
Masalah ini digunakan untuk mengikat siswa
pada rasa ingin tahu pada pembelajaran yang dimaksud
(Duch J.B, 1995). Pembelajaran berbasis masalah
merupakan pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis,
karena disini guru hanya berperan sebagai penyaji dapat meningkatkan
pertumbuhan inkuiri dan intelektual pada peserta
didik. Prinsip utama pendekatanmasalah, penanya,
mengadakan dialog, pemberi fasilitas penelitian,
menyiapkan dukungan dan dorongan yang dapat meningkatkan pertumbuhan
inkuiri dan intelektual pada peserta didik.
Prinsip utama pendekatan konstruktivis adalah pengetahuan tidak diterima
secara pasif, tetapi dibangun secara aktif oleh siswa (Abbas, 2000 dalam Karim
et.al.,2007).
FASE-FASE
|
PERILAKU GURU
|
Tahap 1
Orientasi siswa pada masalah
|
Guru menjelaskan tujuan
pembelajaran, menjelaskan logistik yg dibutuhkan, mengajukan fenomenaatau
demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk
terlibat aktif dalam pemecahan masalah yang dipilih
|
Tahap 2
Mengorganisasikan siswa
|
Guru membantu siswa mendefinisikan
dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah
tersebut
|
Tahap 3
Membimbing
penyelidikan
individu
dan kelompok
|
Guru
mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan
eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
|
Tahap 4
Mengembangkan
dan menyajikan hasil karya
|
Guru
membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti
laporan, model dan berbagai tugas dengan teman
|
Tahap 5
Menganalisa
dan mengevaluasi
proses
pemecahan masalah
|
Guru
membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka
dan proses-proses yang mereka gunakan.
|
|
(Sumber : Ibrahim & Nur, (dalam
Trianto 2007 : 72)
Menurut Rusman (2010: 232-233)
karakteristik pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut:
1) Permasalahan menjadi starting
point dalam belajar;
2) Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada
didunia nyata yang tidak tersruktur;
3) Permasalahan membutuhkan perspektif
ganda (multiple perspective);
4) Permasalahan, menantang pengetahuan
yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan
identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar;
5) Belajar pengarahan diri menjadi hal
yang utama;
6) Pemanfaatan sumber pengetahuan yang
beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang
esensial dalam PBM;
7) Belajar adalah kolaboratif,
komunikasi, dan kooperatif;
8) Pengembangan keterampilan inquiry
dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk
mencari solusi dari sebuah permasalahan;
9) Keterbukaan proses dalam PBM
meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar; dan
10) PBM melibatkan evaluasi dan review
pengalaman siswa dan proses belajar.
Berdasarkan
uraian di atas, tampak jelas bahwa pembelajaran dengan model pembelajaran berdasarkan
masalah dimulai oleh adanya masalah yang
dalam hal ini dapat dimunculkan oleh siswa ataupun guru, kemudian siswa
memperdalam pengetahuannya tentang apa yang mereka telah ketahui dan apa yang
mereka perlu ketahui untuk memcahkan masalah tersebut. Siswa dapat memilih
masalah yang dianggap menarik untuk dipecahkan sehingga mereka terdorong
berperan aktif dan termotivasi dalam kegiatan pembelajaran.
c.
Model Pembelajaran Konvensional
Model pembelajaran yang masih berlaku dan sangat banyak digunakan oleh
guru saat ini adalah model pembelajaran konvensional. Pembelajaran konvensional
mempunyai beberapa pengertian menurut para ahli, diantaranya:
1.
Djamarah (1996), metode pembelajaran konvensional
adalah metode pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah,
karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan
antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Dalam
pembelajaran sejarah metode konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi
dengan penjelasan, serta pembagian tugas dan latihan.
2.
Coleman (Whitaker, 1989 dalam Rasana, 2009)
mengatakan bahwa pembelajaran konvensional mrupakan asimilasi informasi dengan
ciri-ciri serbagai berikut:(1) pemerolehan informasi, (2) pengorganisasian
informasi menjadi prinsip umum, penggunaan prinsip-prinsip umum pada
kasus-kasus yang bersifat spesifik, dan penerapan prinsip umum pada
keadaan-keadaan baru.
Berdasarkan
pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konvensional
merfupakan pembelajaran yang
lebih banyak berpusat pada guru, komunikasi lebih banyak satu arah dari guru ke
siswa, metode pembelajaran lebih banyak menggunakan ceramah dan demonstrasi,
dan materi pembelajaran lebih pada penguasaan konsep-konsep bukan kompetensi.
Tabel 02. Ringkasan Orientasi Model Pembelajaran
Konvensional
Sintaks
|
Pemberian informasi oleh guru,
Tanya jawab, pemberian tugas oleh guru, dan pelaksanaan tugas oleh siswa
sampai pada akhirnya guru mearsa bahwa apa yang telah diajarkan dimengerti
oleh siswa.
|
Sistem
Sosial
|
Peran guru sebagai penguasa atau
bersifat otoriter dan peran siswa sebagai objek pendidikan bukan sebagai
peserta didik. Hubungan yang dibangun adalah hubungan atasan dan bawahan.
Jenis – jenis norma yang dikembangkan adalah kepatuhan dan keseragaman.
|
Prinsip-prinsip
Reaksi
|
Berfokus pada pembentukan perilaku
pasif atau menerima saja tanpa protes
|
Sistem
Dukungan
|
Berfokus pada pemanfaatan
fasilitas yang tersedia dan jumlahnya masih sangat terbatas.
|
|
d.
Keterampilan Berpikir Kritis
Berpikir kritis adalah kemampuan
memberi alasan secara terorganisasi dan mengevaluasi kualitas suatu
alasan secara sistematis. Ennis dalam Costa (1985), menyebutkan ada lima aspek
berpikir kritis, yaitu a) memberi penjelasan dasar (klarifikasi), b) membangun
keterampilan dasar, c) menyimpulkan, d) memberi penjelasan lanjut, dan e)
mengatur strategi dan taktik.
Keuntungan dari proses belajar mengajar yang memberi
penekanan pada kompetensi berpikir kritis yaitu (1) belajar lebih ekonomis,
artinya bahwa apa yang diperoleh dari proses pembelajaran akan bertahan lama
dalam benak siswa, (2) cenderung
menambah semangat belajar, gairah belajar (antusias) baik pada guru
maupun siswa, (3) siswa diharapkan mempunyai sikap ilmiah, dan (4) siswa
mempunyai kemampuan memecahkan masalah, baik pada saat pembelajaran di kelas
maupun dalam menghadapi permasalahan nyata dalam kehidupan sehari-hari, (5)
membiarkan siswa untuk memperkuat gagasan dan keyakinan serta menentukan
sendiri nilai-nilai yang akan dihargainya. Tujuan dari berpikir kritis adalah untuk
mencapai pemahaman yang mendalam (deep
understanding) dan dalam pembelajaran sains adalah untuk meningkatkan
keterampilan berpikir siswa dan sekaligus menyiapkan para siswa mengarungi
kehidupanya sehari-hari.
Ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan keterampilan berpikir
kritis siswa, yaitu karakteristik guru, karakteristik peserta didik, dan
strategi yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Sehingga bagi
pendidik dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa perlu
mempertimbangkan kembali konten dari kurikulum yang digunakan (El-Demerdash, et al,
2011)
Ennis dalam Costa (1985),
menguraikan lebih detail aspek berpikir kritis serta beberapa indikatornya,
sebagai berikut:
a) Memberi penjelasan dasar (klarifikasi)
1. Memusatkan pada pertanyaan
2. Menganalisis alasan
3. Mengajukan dan menjawab pertanyaan
klarifikasi (termasuk membedakan dan mengelompokkan)
b) Membangun keterampilan
dasar
1. Mempertimbangkan apakah sumber dapat
dipercaya atau tidak
2. Mengamati
dan menggunakan laporan hasil observasi
c) Menyimpulkan
1. Penalaran
deduksi dan mempertiimbangkan hasil deduksi
2. Penalaran
induksi dan mempertimbangkan hasil induksi
3. Membuat atau menentukan pertimbangan
nilai
d) Memberi penjelasan
lanjut
1. Mendefinisikan istilah
dan mempertimbangkan definisi dalam tiga dimensi (bentuk, strategi, dan isi)
2. Mengidentifikasi asumsi
e) Mengatur strategi dan taktik
1. Memutuskan tindakan
2. Berinteraksi dengan orang lain
(Enis
dalam Costa, 1988: 54 – 57)
e. Hasil
Belajar Siswa
Belajar
merupakan sebuah aktifitas yang terdapat dalam diri manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung dan
merubah individu dari tidak bisa menjadi bisa. Belajar yang efektif akan
mendapatkan hasil belajar yang baik pula. Hasil belajar merupakan hasil nilai
dari yang telah dilaksanakan.
Menurut
Sudjana (2006) belajar dan mengajar sebagai aktivitas utama di sekolah meliputi
tiga unsur, yaitu tujuan pengajaran, pengalaman belajar mengajar, dan hasil
belajar. Hasil belajar merupakan hasil yang dicapai siswa setelah mengalami
proses belajar dalam waktu tertentu untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa
setelah ia menerima pengalaman belajarnya.
Hasil
belajar merupakan hasil yang dicapai seseorang setelah melakukan kegiatan
belajar. Hasil belajar ini merupakan penilaian yang dicapai seorang siswa untuk
mengetahui pemahaman tentang bahan pelajaran atau materi yang diajarkan
sehingga dapat dipahami siswa. Untuk dapat menentukan tercapainya atau tidaknya
tujuan pembelajaran dilakukan usaha-usaha untuk menilai hasil belajar.
Penilaian ini bertujuan untuk melihat kemajuan peserta didik dalam menguasai
materi yang telah dipelajari dan ditetapkan (Arikunto, 2001).
f.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Hasil belajar
Mudjijono
dalam Metriani mengatakan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah
a.
Faktor intern, adalah kondisi yang
timbul dari dalam diri anak, yang terdiri dari: faktor fisik dan faktor psikis.
Faktor fisik, agar belajar dapat mencapai hasil sesuai dengan harapan maka
perlu diperhatikan, seperti kondisi badan yang sehat, melakukan olah raga yang
teratur, cukup istirahat, terpenuhi kebutuhan makan yang mengandung vitamin dan
cukup nutrisinya. Faktor psikis adalah kondisi yang berasal dari aspek kejiwaan
seperti rasa kemampuan, minat, perhatian, integensi, motif kedisiplinan dan
ingatan.
b.
Faktor ekstern adalah kondisi yang
berasal dari luar diri siswa, biasanya berkaitan dengan lingkungan, seperti
berikut ini:
1)
Tempat untuk belajar yang kondusif,
sebaiknya tersedia tempat khusus atau tersendiri, tenang, warna dinding tidak
mencolok, ruangan yang tenang, pertukaran udara yang cukup serta ventilasi yang
memenuhi persyaratan.
2)
Alat belajar, kurangnya alat belajar
akan berpengaruh terhadap keberhasilan yang tidak memuaskan.
3)
Waktu, kegagalan belajar salah satunya
disebabkan oleh tidak teraturnya waktu yang diperlukan.
4)
Pergaulan, untuk menciptakan lingkungan
belajar yang kondusif, maka perlu diupayakn bahwa aktivitas dalam belajar perlu
memilih atau memiliki teman yang rajin serta gemar belajar.
5)
Bahan yang dipelajari, keberhasilan
belajar selain dipengaruhi oleh bahan pelajaran, juga berkaitan dengan metode
yang dipilih bagi
siswanya.
2)
Kajian Hasil-hasil Penelitian yang
Relevan
Penelitian tentang penggunaan model
pembelajaran berbasis masalah telah
banyak dilakukan dan hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran
perubahan konseptual dapat meningkatkan sikap positif terhadap belajar,
perbaikan miskonsepsi, pemahaman konsep, pemecahan masalah, dan keterampilan
menggunakan pengetahuan secara. Menurut Gardner : 1999 (dalam Wena, 2009 : 96)
pembelajaran berbasis masalah memberikan peluang bagi siswa untuk melibatkan
kecerdasan majemuk siswa. Begitu pula penelitian yang dilakukan Ardhana,dkk :
2003 (dalam Wena, 2009 : 96) yang menyebutkan bahwa pembelajaran berbasis masalah
dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Hasil
penelitian Eko Purwantoro (2005) menyimpulkan bahwa Model Pembelajaran Berbasis
Masalah dengan Penekanan Representatif dapat meningkatkan hasil belajar,
aktivitas siswa dan kemampuan kerjasama dalam kelompok. Jika aktivitas aktif
siswa di suatu kelas tergolong baik, maka diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan berfikir kreatif siswa.
3)
Kerangka Berpikir
a) Perbedaan
hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang menggunakan model pengajaran
berdasarkan masalah dengan kelompok siswa yang belajar menggunakan model
pembelajaran konvensional
Dalam
pembelajaran IPA guru harus berusaha agar anak-anak itu lebih banyak mengerti
dan mengikuti pelajaran IPA dengan gembira, sehingga minatnya dalam IPA akan
lebih besar. Anak-anak akan lebih besar minatnya dalam IPA bila pelajaran itu
disajikan dengan baik dan menarik. Dengan menggunakan model pembelajaran yang
inovatif maka anak-anak akan lebih tertarik dalam pelajaran IPA. Guru dapat
memilih model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan disampaikan.
PBL (Problem
Based Learning) adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan “membenturkan”
siswa kepada masalah-masalah yang praktis atau open ended melalui
stimulus dalam belajar. Pembelajaran berbasis masalah merupakan
pembelajaran yang menekankan pada penyajian masalah-masalah yang bersifat
terbuka, yaitu masalah yang diformulasikan memiliki satu jawaban benar dengan
beberapa cara penyelesaian, dan/atau masalah-masalah yang diformulasikan memiliki
lebih dari satu jawaban benar dengan lebih dari satu cara penyelesaian.
Dengan
demikian dapat diduga bahwa terdapat perbedaan hasil belajar IPA siswa antara kelompok
siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dan kelompok
siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran konvensional.
b) Pengaruh
interaksi antara model pengajaran berdasarkan masalah dan motivasi berprestasi
siswa terhadap hasil belajar IPA siswa kelas VI SD Gugus II Untung Surapati
Dalam
proses pembelajaran, guru harus memperhatikan
model pembelajaran yang digunakan agar sesuai dengan kondisi dan situasi
siswanya. Model pembelajaran berbasis
masalah merupakan salah satu model untuk menjembatani jarak antara pengetahuan
sehari-hari dan konsep yang benar secara ilmiah. Menurut Tan (dalam Rusman,
2010: 229), pembelajaran berbasis masalah merupakan inovasi dalam pembelajaran
karena dalam PBM kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui
proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat
memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya
secara berkesinambungan. Bagi siswa yang memiliki motivasi
berprestasi tinggi yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran
berbasis masalah akan memiliki perbedaan hasil belajar dengan siswa yang
memiliki motivasi berprestasi rendah yang mengikuti pembelajaran konvensional.
c) Perbedaan
hasil belajar IPA siswa kelas VI SD Gugus II Untung Surapati pada siswa yang
memiliki keterampilan berpikir kritis rendah, antara kelompok siswa yang
belajar dengan menggunakan model pengajaran berdasarkan masalah dengan kelompok
siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran konvensional.
Dalam proses pembelajaran keterampilan
berpikir kritis siswa sangat diperlukan untuk meningkatkan penguasaan ilmu
pengetahuan siswa. Apabila siswa
memiliki keterampilan berpikir kritis yang rendah maka hasil
belajar yang dicapai siswa pasti rendah. Seorang siswa yang
memiliki keterampilan berpikir kritis rendah, akan cenderung kurang mempunyai
pemahaman tentang materi yang sedang dipelajari. Dengan demikian, diduga
terdapat Perbedaan hasil
belajar IPA antara siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan
model pembelajaran berbasis masalah dan menggunakan model
pembelajaran konvensional pada siswa yang memiliki keterampilan
berpikir kritis rendah.
d) Perbedaan
hasil belajar IPA siswa kelas VI SD Gugus II Untung Surapati pada siswa yang
memiliki keterampilan berpikir kritis tinggi antara kelompok siswa yang belajar
dengan menggunakan model pengajaran berbasis masalah dengan kelompok siswa yang
belajar mengggunakan model pembelajaran konvensional.
Keterampilan berpikir kritis sangat diperlukan meningkatkan
penguasaan ilmu pengetahuan siswa. Semakin tinggi keterampilan berpikir
kritis yang dimiliki oleh siswa, maka
semakin tinggi pula hasil belajar yang dicapai siswa. Seorang siswa yang
memiliki keterampilan berpikir kritis tinggi, akan cenderung ingin tahu lebih
jauh dan menelaah tentang apa yang ingin ketahui, dan mengikuti pembelajaran
dengan serius dan ulet. Mengembangkan
kemampuan memecahkan masalah dan mengembangkan keterampilan berargumentasi
sejak usia dini merupakan strategi yang unggul dalam meningkatkan keterampilan
berpikir kritis. Pemilihan model pembelajaran juga
mempengaruhi kemampuan berpikir kritis yang dimiliki siswa. Karena model
pembelajaran menentukan bagaimana aktivitas siswa di dalam pembelajaran. Dengan
demikian, diduga terdapat Perbedaan
hasil belajar IPA
antara siswa ang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran berbasis
masalah dan menggunakan model pembelajaran konvensional pada siswa yang
memiliki keterampilan beripikir kritis tinggi.
4)
Perumusan Hipotesis
Berdasarkan kajian pustaka dan
kerangka berpikir yang
penulis uraikan, maka dapat dirumuskan
hipotesis dalam penelitian ini, yaitu:
a. Terdapat
perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang menggunakan model
pengajaran berbasis masalah dengan kelompok siswa yang belajar menggunakan
model pembelajaran konvensional.
b. Pengaruh
interaksi antara model model pengajaran
berbasis masalah dan keterampilan berpikir kritis siswa terhadap hasil belajar
IPA siswa kelas VI SD Gugus II Untung Surapati.
c. Terdapat
perbedaan hasil belajar IPA siswa kelas VI SD Gugus II Untung Surapati pada
siswa yang memiliki keterampilan berpikir kritis rendah, antara kelompok siswa
yang belajar dengan menggunakan model pengajaran berbasis masalah dengan
kelompok siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran konvensional.
d. Terdapat
perbedaan hasil belajar IPA siswa kelas VI SD Gugus II Untung Surapati pada
siswa yang memiliki keterampilan berpikir kritis tinggi antara kelompok siswa
yang belajar dengan menggunakan model pengajaran berbasis masalah dengan
kelompok siswa yang belajar mengggunakan model pembelajaran konvensional.
D.
METODE PENELITIAN
1. Rancangan
Penelitian ini dilaksanakan di SD Gugus II Untung
Surapati Kecamatan Mendoyo Kabupaten Jembrana dengan model eksperimen semu,
dengan menggunakan rancangan faktorial 2 × 2. Penelitian ini mempunyai
kelompok-kelompok perlakuan sebagai variabel bebas yaitu pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dan metode pembelajaran
konvensional. Demikian juga dengan variabel motivasi berprestasi dikelompokkan
menjadi dua yaitu motivasi berprestasi tinggi dan motivasi berprestasi rendah.
Secara visual rancangan penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut.
Tabel 03. Rancangan Penelitian Faktorial
2x2
Model
Pembelajaran (A)
Keterampilan
Berpikir
Kritis (B)
|
Kooperatif Tipe PBL (A1)
|
Konvensional
(A2)
|
Tinggi
(B1)
|
A1B1
(Y1)
|
A2B1
(Y2)
|
Rendah
(B2)
|
A1B2
(Y3)
|
A2B2
(Y4)
|
Total
|
A1B1 + A1B2
|
A2B1 + A2B2
|
Keterangan:
A = Model
Pembelajaran
A1 = Kelompok
siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe PBL
A2 = Kelompok
siswa yang menggunakan metode pembelajaran konvensional
B = Keterampilan
Berpikir Kritis
B1 = Keterampilan
Berpikir Kritis tinggi
B2 = Keterampilan
Berpikir Kritis rendah
A1B1 = Prestasi
belajar pada kelompok siswa yang memiliki keterampilan berpikir kritis tinggi
dan menggunakan model pembelajaran berbasis maalah (PBL)
A1B2 = Prestasi
belajar pada kelompok siswa yang memiliki keterampilan berpikir kritis rendah
dan menggunakan model pembelajaran berbasis maalah (PBL)
A2B1 = Prestasi
belajar pada kelompok siswa yang memiliki keterampilan berpikir kritis tinggi
dan menggunakan metode pembelajaran konvensional
A2B2 = Prestasi
belajar pada kelompok siswa yang memiliki keterampilan berpikir kritis rendah
dan menggunakan metode pembelajaran konvensional
2.
Populasi dan Sampel Penelitian
a. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (
Suharsismi Arikunto, 2002 : 108). Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas
VI semester 2 SD GUGUS II UNTUNG SURAPATI Kecamatan Mendoyo Kabupaten Jembrana
tahun pelajaran 2012/2013.. Populasi dari
penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VI di SD Gugus II Untung
Surapati Kecamatan Mendoyo Kabupaten Jembrana yang berjumlah 168 siswa.
b. Sample
Sample adalah sebagian atau wakil populasi yang
diteliti ( Suharsismi Arikunto, 2002 : 109). Dalam penelitian ini sample yang
diambil siswa sebanyak 4 kelas di 4 SD gugus yaitu kelas eksperimen dan kelas
control. Kelas eksperimen terdiri dari 2 kelas dari 2 SD Gugus
yang terdiri dari 19 orang di setiap kelas secara random. Demikian juga
untuk kelas kontrol terdiri dari 2 kelas dari 2 SD gugus yang diambil 19 orang
siswa di setiap kelas, yang juga diambil secara random.
Setiap kelompok
dipilah menjadi dua yaitu kelompok dengan siswa yang memiliki keterampilan
berpikir kritis tinggi dan keterampilan berpikir kritis rendah. Penentuan siswa
yang memiliki keterampilan berpikir kritis tinggi dan keterampilan berpikir
kritis rendah dengan memberikan Tes Kemampuan Berpikir Kritis. Untuk
mengetahui sampel benar-benar setara, dilakukan Uji t-kesetaraan dengan rumus
sebagai berikut.



Keterangan:


SDx = Simpangan baku nilai ujian akhir siswa
kelompok eksperimen
SDy = Simpangan baku nilai ujian akhir siswa
kelompok kontrol
Nx = Jumlah kelompok eksperimen
Ny = Jumlah kelompok kontrol
Kriteria
pengujian, thitung < ttabel maka dapat dikatakan bahwa
kedua kelas berasal dari sampel yang setara. Setelah dihitung didapatkan nilai
t hitung= -1,336 dan nilai t table(0,5),88=1,66. Maka dapat
disimpulkan bahwa kedua kelompok sampel berasal dari kelompok yang setara.
Tabel
04. Data Sampel Penelitian
Kelompok
|
Nama Sekolah
|
Jumlah
|
Kontrol
|
SD No. 1 Tegalcangkring
|
|
SD No. 1 Pergung
|
|
|
Eksperimen
|
SD No. 2 Pergung
|
|
SD No. 3 Pergung
|
|
|
Jumlah
|
|
3.
Variabel Penelitian
Variabel
penelitian ini terdiri dari: (1) variabel bebas yaitu variabel yang
dimanipulasi dan diprediksi sebagai sebab yang mempengaruhi variabel terikat,
(2) variabel moderator yaitu variabel yang tidak dimanipulasi yang diprediksi
memiliki potensi untuk memberikan pengaruh terhadap variabel terikat, serta (3)
variabel terikat yaitu variabel yang diperkirakan terjadi sebagai akibat dari
variabel bebas dan variabel moderator.
a. Variabel
Bebas
Variabel
bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran berbasis masalah dan
metode pembelajaran konvensional.
b. Variabel
Moderator
Variabel
moderator dalam penelitian ini adalah keterampilan berpikir kritis tinggi dan
keterampilan berpikir kritis rendah.
c.
Variabel Terikat
Variabel terikat
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil belajar IPA siswa kelas VI SD
Gugus II Untug Surapati Kecamatan Mendoyo Kabupaten Jembrana.
4.
Definisi Variabel Penelitian
4.1 Definisi Konseptual
1.
Model
pembelajaran PBL merupakan salah satu model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa
untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah.
2.
Keterampilan berpikir kritis.
Berpikir kritis
menelaah, menganalisis, dan mengorganisasikan terhadap informasi yang
diterimanya, diperiksa dan dibandingkan dulu kebenarannya dengan pengetahuan
dan pemahaman yang dimiliki sebelumnya sehingga seseorang tersebut mampu
memberikan kumpulan terhadap informasi tersebut dengan alasan yang tepat.
3.
Hasil belajar
Hasil belajar adalah tingkat
penguasaan yang dicapai siswa dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai
dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor.
4.2 Definisi
Operasional
1.
Model Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran Berbasis Masalah dilaksanakan
pada kelompok eksperimen dengan tahapan pembelajaran meliputi penentuan topik
masalah, perencanaan kooperatif, implementasi, analisis dan sintesis,
presentasi hasil final dan evaluasi.
2.
Keterampilan berpikir kritis yaitu skor
yang diperoleh siswa mengerjakan tes keterampilan berpikir kritis. Skor
keterampilan berpikir kritis siswa akan digunakan sebagai acuan untuk
mengelompokkan siswa menjadi dua kelompok yaitu kelompok siswa dengan keterampilam
berpikir kritis tinggi dan kelompok siswa dengan keterampilan berpikir kritis
rendah.
3. Hasil
belajar merupakan skor gain yang diperoleh siswa setelah mengerjakan soal pre-test
dan post-tes hasil belajar IPA.
Skor gain ini selanjutnya dinormalisasikan.
5. Metode
Pengumpulan Data
Data yang
dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis meliputi data hasil
belajar IPA siswa dan data keterampilan berpikir kritis siswa. Data hasil
belajar IPA dikumpulkan dengan menggunakan instrumen tes pilihan ganda
diperluas sebanyak 20 butir. Untuk data keterampilan berpikir kritis siswa
dikumpulkan dengan menggunakan instrumen tes essay sebanyak 10 butir. Adapun
metode pengumpulan data secara keseluruhan disajikan dalam di berikut ini.
Tabel
05. Metode pengumpulan data
No
|
Jenis
Data
|
Instrumen
|
Subyek
|
Waktu
pengumpulan
|
1
|
Hasil
belajar
|
Tes
pilihan ganda
|
Siswa
|
Awal
pembelajaran
|
2
|
Hasil
belajar
|
Tes
pilihan ganda
|
Siswa
|
Akhir
pembelajaran
|
3
|
Keterampilan
berpikir kritis
|
Tes
Essay
|
Siswa
|
Awal
pembelajaran
|
Data
hasil belajar awal dan keterampilan berpikir kritis siswa dikumpulkan pada saat
awal sebelum perlakuan diberikan pada subyek penelitian yaitu melalui pre-test dengan menggunakan tes hasil
belajar dan tes keterampilan berpikir kritis. Selanjutnya data hasil belajar
dikumpulkan dengan tes hasil belajar setelah perlakuan diberikan pada subyek
penelitian. Keseluruhan data siswa diambil dari seluruh sampel penelitian baik
untuk kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif Berbasis Masalah maupun kelompok siswa
yang belajar dengan model pembelajaran konvensional.
6. Instrumen
Pengumpulan Data
1) Konsepsi
Instrumen dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur
hasil belajar siswa terutama yang diukur adalah hasil belajar IPA dan
keterampilan berpikir kritis baik pada siswa kelas kontrol maupun siswa kelas
eksperimen. Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data skor tes akhir
setelah diberikan perlakuan adalah hasil belajar IPA (pilihan ganda) dan tes
keterampilan berpikir kritis (essay). Untuk tes hasil belajar terdiri dari 20
butir soal di mana penilaian untuk tiap butir soal menggunakan skala 0 hingga 1
dan kriteria penilaiannya menggunakan rubrik seperti yang disajikan pada tabel
Tabel 06.
Metode Pengumpulan Data
Variabel
|
Metode
|
Instrumen
|
Sumber Data
|
Sifat Data
|
Hasil Belajar
|
Tes
|
Tes Objektif (Pilihan Ganda)
|
Siswa Kelompok Eksperimen dan Kontrol
|
Skor (Interval)
|
Tabel 07. Rubrik Penilaian
Keterampilan Berpikir Kritis
Indikator
|
Deskriptor
|
Skor
|
Mengidentifikasi
masalah atau isu
|
Mengidentifikasi
semua aspek esensial dari masalah secara jelas.
Membuat ringkasan
yang lengkap.
|
4
|
Mengidentifikasi
semua aspek esensial dari masalah, namun kurang jelas.
Membuat ringkasan
yang cukup lengkap.
|
3
|
|
Mengidentifikasi
beberapa aspek esensial dari masalah.
Membuat ringkasan
yang kurang lengkap.
|
2
|
|
Tidak
mengidentifikasi aspek esensial.
Tidak membuat
ringkasan dari masalah.
|
1
|
|
Tidak ada jawaban.
|
0
|
|
Mengevaluasi data
atau bukti
|
Menyediakan banyak
bukti atau data yang akurat.
Mengevaluasi bukti
dan data dari sumber yang relevan.
|
4
|
Menyediakan beberapa
bukti atau data yang akurat.
Mengevaluasi bukti
dan data dari sumber yang kurang relevan.
|
3
|
|
Menyediakan banyak
bukti atau data yang kurang akurat.
Mengevaluasi bukti
dan data dari sumber yang tidak relevan.
|
2
|
|
Tidak menyediakan
bukti atau data, serta
Tidak mengevaluasi
bukti dan data dari sumber yang relevan.
|
1
|
|
Tidak menjawab
|
0
|
|
Menyatakan hipotesis
|
Menyatakan hipotesis
yang sesuai dengan isu.
Menyediakan alasan
kuat terhadap hipotesis yang dibuat
|
4
|
Menyatakan hipotesis
yang sesuai dengan isu
Menyatakan alas an
kurang kuat terhadap hipotesis yang dibuat
|
3
|
|
Menyatakan hipotesis
yang tidak sesuai dengan isu
Menyatakan alas an
yang kurang kuat terhadap hipotesis yang dibuat
|
2
|
|
Menyatakan hipotesis
dan alasan yang tidak sesuai dengan isu
|
1
|
|
Tidak ada jawaban
|
0
|
|
Menyatakan simpulan
implikasi, dan konsekuensi
|
Menyatakan simpulan
yang logis dan jelas.
Menyatakan implikasi
atau konsekuensi dari bukti-bukti yang relevan
|
4
|
Menyatakan simpulan
yang logis namun kurang jelas.
Menyatakan implikasi
atau konsekuensi dari bukti-bukti yang kurang relevan
|
3
|
|
Menyatakan simpulan
yang kurang logis dan jelas.
Menyatakan implikasi
atau konsekuensi tanpa adanya bukti-bukti yang relevan
|
2
|
|
Menyatakan simpilan
yang salah
Tidak menyatakan
implikasi atau konsekuensi
|
1
|
|
Tidak ada jawaban
|
0
|
2) Kisi-kisi
Instrumen
Kisi-kisi instumen yang
digunakan terdiri dari dua yaitu kisi-kisi tes hasil belajar IPA dan kisi-kisi
ters keterampilan berpikir kritis. Kisi-kisi untuk kedua instrumen tersebut
disajikan dalam berikut ini.
Tabel
08. Kisi-kisi Tes Hasil Belajar IPA
No
|
SK
|
KD
|
Indikator
|
No
Soal
|
Jumlah
soal
|
1.
|
1. Memahami hubungan antara ciri-ciri makhluk
hidup dengan lingkungan tempat hidupnya
|
1.1 Mendeskripsikan hubungan antara ciri-ciri
khusus yang dimiliki hewan (kelelawar, cicak, bebek) dan lingkungan hidupnya
|
1.1.1 Mencari contoh hewan yang memiliki ciri
khusus untuk memenuhi kebutuhannya, misalnya: kelelawar dan cicak
1.1.2 Mendeskripsikan cirri khusus hewan yang ada
di sekitarnya, misalnya kelelawar mempunyai alat pendeteksi benda-benda di
sekitarnya (sonar)
|
1,2,3
4,5,6
|
6
|
2
|
|
1.2 Mendeskripsikan
hubungan antara ciri-ciri khusus yang dimiliki tumbuhan (kaktus, tumbuhan
pemakan serangga) dengan lingkungan hidupnya
|
1.2.1 Memberi contoh tumbuhan yang mempunyai ciri
khusus untuk memenuhi kebutuhannya, misalnya teratai.
1.2.2 Mendeskripsikan ciri khusus tumbuhan yang
ada di sekitarnya.
1.2.3 Mengaitkan antara ciri khusus yang dimiliki
tumbuhan tersebut dengan lingkungan hidupnya.
|
7,8,9,10,
15,17
11,1219,20
13,1418,16
|
6
4
4
|
Tabel 09. Kisi-kisi Tes Psikomotor IPA
No
|
SK
|
KD
|
Indikator
|
No
Soal
|
Jumlah
soal
|
|
1. Memahami hubungan antara ciri-ciri makhluk
hidup dengan lingkungan tempat hidupnya
|
1.1 Mendeskripsikan hubungan antara ciri-ciri
khusus yang dimiliki hewan (kelelawar, cicak, bebek) dan lingkungan hidupnya
|
6.2.1
Religius
6.2.2
Perhatian siswa terhaadap pembelajaran
6.2.3
Antusias siswa terhadap pembelajaran
6.2.4
Kedisiplinan dalam pembelajaran
6.2.5
Kerja keras dalam mengerjakan tugas
6.2.6
Kreativitas siswa dalam mengerjakan tugas
6.2.7
Bertanggung jawab dalam mengerjakan tugas
6.2.8
Demokratis dalam menerima pendapat teman
6.2.9
Tekun dalam mengerjakan tugas
6.2.10
Kerjasama dalam kelompok kerja
|
1,2
3,4
5,6
7,8
9,10
11,12
13,14
15,16
17,18
19,20
|
|
Tabel 10. Kisi-kisi Penilaian Afektif
No
|
SK
|
KD
|
Indikator
|
|
1.
2
|
1. Memahami hubungan antara ciri-ciri makhluk
hidup dengan lingkungan tempat hidupnya
|
1.1 Mendeskripsikan hubungan antara ciri-ciri
khusus yang dimiliki hewan (kelelawar, cicak, bebek) dan lingkungan hidupnya
1.3 Mendeskripsikan
hubungan antara ciri-ciri khusus yang dimiliki tumbuhan (kaktus, tumbuhan
pemakan serangga) dengan lingkungan hidupnya
|
1. Kesopanan
2. Kesungguhan belajar
3. Kerja sama dlm kelompok belaja
4. Kejujuran
5. Beretika dlm bertanya
6. Beretika dlm menyampaikan
|
|
Tabel
11.Kisi - kisi Tes Keterampilan Berpikir Kritis
Indikator Berpikir
Kritis yang Diukur
|
Nomor Soal
|
Mengidentifikasi
masalah atau isu
|
1,2,3,4
|
Mengevaluasi data
atau bukti
|
5,6,7,8
|
Menyatakan Hipotesis
|
9,10, 11
|
Menyatakan simpulan,
implikasi dan konsekuensi
|
12,13,14,15
|
7. Uji
Coba atau Validitas Instrumen
Validitas
yang dicari adalah validitas keterampilan berpikir kritis dengan menggunakan
rumus korelasi Product Moment. Menurut
Koyan (2011:126),
cara menghitung validitas empiris (validitas butir tes). Jika datanya berbentuk
polytomi, sebaiknya menggunakan korelasi
product moment. Rumus keduanya adalah sebagai berikut.

8.
9.
Rumus
korelasi produk moment dengan angka
besar
10.
![]() |
11.
Keterangan:
rxy = Koefisien korelasi antara variable x dan y. (x=X-
dan y=Y-
)



x2 = Kuadrat dari x
y2 =
kuadrat dari y
N = Jumlah
data
Apabila banyaknya butir soal yang diuji kurang dari 30 butir, dalam
menghitung validitas butir tes sebaiknya harga rxy dikoreksi dengan
rumus rpq sebagai berikut.
12. 

Keterangan:
rpq = Koefisien korelasi setelah dikoreksi
rxy =
rip koefisien korelasi sebelum dikoreksi
SDx = SD dari variabel X
SDy =
SD dari variabel Y
Suatu
butir tes dinyatakan valid jika rxy hitung lebih besar daripada rxy
tabel dengan taraf siginifikansi atau taraf kekeliruan 5% (rxy-hit
> rxy-tab dengan t.s 5%).
a. Uji
Reliabilitas Tes Berpikir Kritis
Jika
datanya berbentuk politomi, digunakan rumus Alpha-Cronbach, formula. Rumusnya
sebagai berikut (Koyan, 2011:135).

Keterangan:

k = banyaknya butir


Untuk menentukan derajat reliabilitas tes, dapat
digunakan kriteria yang dikemukakan oleh Guilford (Koyan, 2011:136) sebagai
berikut.
≤ 0.20 =
sangat rendah
0.20 ≤ 0.40 = rendah
0.40 ≤ 0.60 = sedang
0.60 ≤ 0.80 = tinggi
0.80 ≤ 1.00 = sangat tinggi
b. Uji
Validitas Butir Soal
Sebuah
tes dikatakan valid apabila tes tersebut benar-benar dapat mengungkap aspek
yang diselidiki secara tepat, dengan kata lain harus memiliki tingkat ketepatan
yang tinggi dalam mengungkap aspek-aspek yang hendak diukur.
Dalam
Koyan (2011:129), untuk data yang berbentuk dikotomi, sebaiknya menggunakan
teknik korelasi Point Biserial dengan
rumus sebagai berikut.

Keterangan:
rpbi = Koefisien
korelasi point biserial
Mp = Rerata
skor dari subjek yang menjawab betul bagi butir yang dicari validitasnya
Mi = Rerata
skor total
Si = Standar deviasi dari skor total
p = Proporsi
peserta didik yang menjawab betul (banyaknya peserta didik yang menjawab betul
dibagi dengan jumlah seluruh peserta didik)
q = Proporsi
peserta didik yang menjawab salah (q = 1 - p)
Perhitungan validitas dengan
korelasi produk moment dan korelasi point biserial, hampir sama hasilnya. Namun
demikian, jika datanya berbentuk dikotomi, sebaiknya menggunakan teknik
korelasi point biserial.
c.
Uji Reliabilitas Tes
Suatu
instrument penelitian dikatakan mempunyai nilai reliabilitas yang tinggi,
apabila tes yang dibuat mempunyai hasil yang konsisten dalam mengukur yang
hendak diukur.
Untuk
menghitung reliabilitas konsistensi internal yang datanya bersifat dikotomi,
digunakan rumus Kuder Richadson 20 (KR-20). KR-20 ini secara khusus untuk
menghitung reliabilitas tes yang datanya dikotomi. Rumusnya adalah sebagai
berikut (Koyan, 2011:133).

Keterangan:
p = proporsi testee yang menjawab betul
q = proporsi testee yang menjawab salah

k = banyak butir tes
Dari harga KR-20 yang didapatkan, dibandingkan dengan
kriteria sebagai berikut.
0.80 – 1.00 = sangat tinggi
0.60 – 0.79 = tinggi
0.40 – 0.59 = sedang
0.20 – 0.39 = rendah
0.0
– 0.19 =
sangat rendah
8. Metode Analisis Data
a.
Analisis Deskriptif
Analisis
deskriptif dilakukan untuk mengetahui profil masing-masing variabel. Dalam
wujud deskriptif tentang prestasi belajar IPA, model pembelajaran, dan keterampilan
berpikir kritis untuk menentukan tinggi rendah kualitas dari ketiga variabel
tersebut. Untuk menentukan tinggi rendahnya kualitas variabel-variabel di atas,
skor rata-rata (mean) tiap-tiap variabel dikonversikan dengan menggunakan
kriteria rata-rata ideal dan standar deviasi (SD) ideal masing-masing variabel
tersebut sebagai berikut.


Xi
+ 0,5 SDi
+ 1,5 SDi = Tinggi





Xi
- 3,0 SDi
- 1,5 SDi = Sangat rendah

Keterangan:

Xi =
(skor maksimal ideal + skor minimal ideal)

SDi = standar deviasi
ideal dihitung dengan rumus sebagai berikut.
SDi =
(skor maksimal ideal – skor minimal ideal)

b. Deskripsi
Data
1) Menghitung
Mean
Mean dari sekelompok
(sederetan) angka (bilangan) adalah jumlah dari keseluruhan angka (bilangan)
yang ada, dibagi dengan banyaknya angka (bilangan) tersebut. Menurut Sudijono
(2006:85) untuk mencari Modus dari data kelompokan, digunakan rumus sebagai
berikut.

Keterangan:


N = Number of cases (jumlah frekuensi)
2)
Menghitung Modus
Modus tidak lain adalah
suatu skor atau nilai yang mempunyai frekuensi paling banyak dengan kata lain
skor atau nilai yang memiliki frekuensi maksimal dalam distribusi data. Menurut
Sudijono (2006:106) untuk mencari Modus dari data kelompokan, digunakan rumus
sebagai berikut.

Keterangan:

l = lower limit (batas bawah nyata dari
interval yang mengandung Modus)


u = upper limit
(batas
atas nyata dari interval yang mengandung Modus)
i = interval class (kelas interval)
3)
Menghitung Median
Median adalah suatu
nilai atau angka yang membagi suatu distribusi data ke dalam dua bagian yang
sama besar. Menurut Sudijono (2006:101) untuk mencari Median dari data
kelompokan, digunakan rumus sebagai berikut.

Keterangan:
Mdn = Median
l = lower limit (batas bawah nyata dari
interval yang mengandung Median)


N = Number of cases
u = upper limit
(batas
atas nyata dari skor yang mengandung Median)

i = interval class (kelas interval)
c. Uji
Prasyarat dan Uji Hipotesis
1)
Uji Normalitas
Uji normalitas
dilakukan untuk meyakinkan bahwa sampel benar-benar berasal dari populasi yang
berdistribusi normal. Uji normalitas data dilakukan dengan Uji Chi-Kuadrat (
), dengan rumus sebagai
berikut (Dantes, 2011:3).


Zi

Keterangan:

Xi = skor test
Zi = skor baku
s = standar deviasi (simpangan baku)
2)
Uji Homogenitas
Uji homogenitas
data dilakukan untuk meyakinkan bahwa perbedaan yang terjadi pada uji hipotesis
benar-benar terjadi akibat perbedaan dalam kelompok.
Uji homogenitas
dilakukan dengan Test Bartlett, dengan rumus sebagai berikut (Dantes, 2011:9).



Keterangan:

B
= Bartlet
3)
Uji Hipotesis
Penelitian ini
merupakan penelitian eksperimen dengan rancangan factorial 2x2, oleh karena itu
analisis data menggunakan ANAVA dua jalur (ANAVA AB/Two Way).
Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut (Dantes, 2011:37).
Tabel 06. Rumus Anava
AB
SV
|
JK
|
Db
|
RJK
|
F
|
P
|
Antar A
|
![]() |
a – 1
|
![]() |
![]() |
|
Antar B
|
![]() |
b – 1
|
![]() |
![]() |
|
Interaksi AB
|
![]() |
dbA × dbB
|
![]() |
![]() |
|
Dalam
|
![]() |
N - ab
|
![]() |
|
|
Total
|
![]() |
N – 1
|
|
|
|
![]() |
Hipotesis Statistik
yang akan diuji adalah sebagai berikut.
Hipotesis 1:
Ho : µA1 = µA2
H1 : µA1 ≠ µA2
Hipotesis 2:
Ho : µ A1B1 = µ A2B1
H1 : µ A1B1 > µ
A2B1
Hipotesis 3:
Ho : µ A1B2 = µ A2B2
H1 : µ A1B2 < µ
A2B2
Hipotesis 4:
Ho : INT. A X B = 0
H1 : INT. A X B ≠ 0
Keterangan :
µ = skor
rata-rata parameter
µA1 = rata-rata
populasi hasil belajar belajar IPA pada siswa yang menggunakan setting
pembelajaran kooperatif
µA2 = rata-rata
populasi prestasi belajar IPA pada siswa yang menggunakan setting pembelajaran
kompetitif
µA1B1 = rata-rata
populasi hasil belajar IPA pada siswa yang menggunakan setting pembelajaran
kooperatif dan memiliki keterampilan berpikir kritis tinggi
µA2B1
= rata-rata populasi hasil belajar IPA pada siswa yang menggunakan setting
pembelajaran kompetitif dan memiliki keterampilan berpikir kritis tinggi
µA1B2 = rata-rata
populasi hasil belajar IPA pada siswa yang menggunakan setting pembelajaran
kooperatif dan memiliki keterampilan berpikir kritis rendah
µA2B2 = rata-rata
populasi hasil belajar IPA pada siswa
yang menggunakan setting pembelajaran kompetitif dan memiliki keterampilan
berpikir kritis rendah
A = setting
pembelajaran
B = keterampilan
berpikir kritis
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Dantes, Nyoman. 2011. Metodologi
Penelitian (Seri Analisis Varians dan Validitas Instrumen). Singaraja:
Undiksha.
Djamarah, Syaiful Bahri. 1994. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru.
Surabaya: Usaha Nasional
Duch, J. Barbara. (1995).
Problems: A Key Factor in PBL. [Online]. Tersedia :
http://www.udel.edu/pbl/cte/spr96-phys.html. [27 November 2012]
Purwantoro, Eko.
2005. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan
Kreativitas Siswa Kelas II-C SMP Negeri 22 Semarang. Semarang;
Universitas Negeri Semarang.
Ennis, R. H. 1985. “Goals for a Critical Thinking
Curriculum”. Costa, A. L. (ed). 1988. Developing Minds: A Resource Book For
Teaching Thinking. Virginia: ASCD
Mariawan,
I M. 2005. Implementasi pendekatan konstektual dengan seting model belajar
kooperatif sebagai upaya meningkatkan kualitas pembelajaran fisika di SMA
Negeri 2 Singaraja. Laporan penelitian (tidak
diterbitkan). Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan
Nasional. Universitas Pendidikan Ganesha. Singaraja.
Koyan, Wayan. 2011. Asesmen dalam Pendidikan. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha
Press.
Pardjono.
2002. Active Learning: The Dewey, Piaget, Vygotsky, and Constuctivist Theory
Perspective. Jurnal Ilmu Pendidikan. 9(1): 163-178.
Rasana, I Dewa Putu Raka. 2009. Laporan Sabbatical leave Model-Model
Pembelajaran. Singaraja : Undiksha
Rusman, M.Pd. 2010. Model-model
Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Pers
Sudijono, Anas. 2006. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada.
Sadia,
I W., Subagia, W., & Natajaya, I N. 2007. Pengembangan model dan perangkat
pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis (critical thinking skills) siswa sekolah
menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA). Laporan penelitian (tidak
diterbitkan). Hibah Pasca Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi.
Shadiq,
F. 2006. Implementasi konstruktivisme dalam pembelajaran sekolah dasar.
Tersedia pada www.damandiri.or.id. Diakses tanggal 27
November 2012
Suyanto,
& Hisyam, D. 2000. Refleksi dan reformasi pendidikan di
Indonesia memasuki milenium III. Yogyakarta: Adi Cita Karya Nusa.
Trianto. 2007. Model-model
pembelajaran Inovatif Brorientasi kontruktivistik. Jakarta: Prestasi
Pustaka.
Wena, Made. 2009. Strategi Pembelajaran
Inovatif Kontrmporer. Jakarta : PT Bumi Aksara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar