Rabu, 02 Januari 2013

proposal pemblajaran berbasis masalah



A.    PENGARUH MODEL PENGAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED INSTRUCTION) DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS VI DI SD GUGUS II UNTUNG SURAPATI TAHUN AJARAN 2012/2013
B.     PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Di era globalisasi pendidikan merupakan kebutuhan penting bagi setiap manusia, negara maupun pemerintah. Pembaharuan demi pembaharuan selalu diupayakan agar pendidikan benar-benar dapat memberikan konstribusi yang signifikan dalam usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa (Suyanto & Hisyam, 2000). Undang-undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003 menyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga yang berdemokratis serta bertanggungjawab. Tujuan dari institusi pendidikan perlu diarahkan menuju lulusan yang mandiri, artinya tujuan pendidikan tidak semata-mata penyesuaian diri, tetapi juga peningkatan kemampuan dan kemauan untuk mengubah masyarakat menuju kehidupan yang lebih baik (Sadia et al., 2007).
Namun, pada kenyataannya mutu pendidikan di Indonesia masih jauh dari harapan. Mutu pendidikan adalah muara dari mutu pembelajaran. Pembelajaran formal di sekolah masih belum optimal, termasuk dalam pembelajaran IPA. Pembelajaran yang belum optimal timbul karena permasalahan-permasalahan yang dialami pada proses pembelajaran. Sampai saat ini, masalah yang melanda dunia pendidikan, khususnya dalam pembelajaran IPA adalah pada upaya mengembangkan pemahaman konsep dan meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini disebabkan oleh guru yang dalam proses pembelajaran jarang mengaitkan konsep-konsep atau materi yang diajarkan dengan kehidupan nyata dan jarang mengarahkan siswa untuk menghubungkan pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan konsep yang diajarkan (Mariawan, 2005; Putra, 2007).
Menurut Arends (dalam Trianto 2007 : 66) : “ it is strange that we expect students to learn yet seldom teach  then about learning, we expect student to solve problems yet seldom teach then about problem solving”, yang bearti dalam mengajar guru selalu menuntut siswa untuk belajar dan jarang memberikan pelajaran tentang bagaimana siswa untuk belajar, guru juga menuntut siswa untuk menyelesaikan masalah, tapi jarang mengajarkan bagaimana siswa seharusnya menyelesaikan masalah.
Model pembelajaran yang saat ini masih banyak dipergunakan oleh guru di sekolah dasar adalah model pembelajaran konvensional. Menurut Coleman (Whitaker, 1989 dalam Rasana 2009 : 18) mengatakan bahwa pembelajaran konvensional merupakan asimilasi informasi dengan ciri-ciri sebagai berikut: (1) pemerolehan oinformasi, (2) pengorganisasian informasi menjadi prinsip umum pada kasus-kasus yang bersifat spesifik, dan penerapan prinsip umum pada keadaan-keadaan baru. Sulaeman (1998, dalam Rasana : 18) mengatakan bahwa pembelajaran konvensional merupakan metode yang paling efisien dalam mengajar yang bersifat hafalan (ingatan). Dari kedua pendapat tersebut, tampak lah bahwa pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang terpusan pada guru. Guru bersifat aktif sedangkan siswa bersifat pasif. Tidak ada kesempatan bagi siswa untuk mengeluarkan pendapat maupun kreatifitasnya. Kegiatan seperti ini tentu saja membosankan dan mengurangi semangat siswa untuk belajar. Penerapan model konvensional ditandai dengan penyajian pengalaman-pengalaman yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari. Kemudian guru memberikan informasi kepada siswa,  dilanjutkan dengan tanya jawab, pemberian tugas, sampai pada akhirnya guru merasa bahwa apa yang telah diajarkan sudah dapat dipahami oleh siswa. Siswa tidak diberikan kesempatan untuk bertukar pikiran, sehingga siswa hanya menerima informasi atau konsep saja tanpa memahami secara jelas konsep-konsep itu.
Persoalan yang seperti inilah yang harus dipecahkan sekarang ini. Guru harus mampu menemukan model pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa. Guru harus menemukan cara yang terbaik untuk menyampaikan berbagai konsep yang telah diajarkan agar siswa dapat memahami secara mendalam konsep yang telah dimilikinya kemudian memecahkan masalah yang berkaitan dengan konsep tersebut. Peran guru disini adalah bagaimana guru tersebut dapat menggunakan model pembelajaran yang berkaitan dengan cara memecahkan masalah.
Menurut Trianto (2007 : 67) Model pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan autentik yakni penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan nyata. Dari contoh permasalahan nyata, diharapkan siswa dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan menggunakan konsep yang telah dimiliki sebelumnya. Sehingga siswa memahami konsep dan bukan sekedar menghafal konsep.
Pembelajaran hendaknya lebih mengutamakan proses dan keterampilan berpikir, seperti mendefinisikan dan menganalisis masalah, memformulasikan prinsip, mengamati, mengklarifikasi, dan memverifikasi. Pembelajaran keterampilan berpikir dimulai dengan pembelajaran pemahaman konseptual. Oleh karena itu keterampilan berpikir kritis siswa menentukan tingkat pemahaman konsep siswa. Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, kualitas pembelajaran  di SD perlu ditingkatkan, agar hasil belajar siswa dapat meningkat. Penerapan model pembelajaran berbasis masalah secara interaktif diduga dapat memberikan konstribusi terhadap permasalahan-permasalahan pembelajaran terutama mata pelajaran  IPA. Oleh sebab itu, peneliti ingin mengkajinya dalam suatu penelitian eksperimen yang berjudul “Pengaruh Model Pengajaran Berbasis Masalah dan Keterampilan Berpikir Kritis Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas VI di SD Gugus II Untung Surapati tahun Ajaran 2012/2013”.
2.      Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat diidentifikasi sebagai berikut:
a.       Pengembangan pemahaman konsep dan meningkatkan hasil belajar siswa
b.      Pembelajaran yang lebih cenderung berpusat pada guru (teacher centered).
c.       Kecenderungan siswa sebagai pebelajar yang pasif.
3.      Pembatasan Masalah
Mengingat banyaknya faktor yang sudah diidentifikasi tidak mungkin diteliti secara keseluruhan maka penelitian ini cakupan bahasannya dibatasi pada Pengaruh Model Pengajaran Berbasis Masalah dan Keterampilan Berpikir Kritis Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas VI di Gugus II Untung Surapati
4.      Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini, sebagai berikut.
a.    Apakah terdapat perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang menggunakan model pengajaran berbasis masalah dengan kelompok siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran konvensional.
b.   Apakah pengaruh interaksi antara model model  pengajaran berbasis masalah dan keterampilan berpikir kritis siswa terhadap hasil belajar IPA siswa kelas VI SD Gugus II Untung Surapati?
c.    Apakah terdapat perbedaan hasil belajar IPA siswa kelas VI SD Gugus II Untung Surapati pada siswa yang memiliki keterampilan berpikir kritis rendah, antara kelompok siswa yang belajar dengan menggunakan model pengajaran berbasis masalah dengan kelompok siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran konvensional,?
d.   Apakah terdapat perbedaan hasil belajar IPA siswa kelas VI SD Gugus II Untung Surapati pada siswa yang memiliki keterampilan berpikir kritis tinggi antara kelompok siswa yang belajar dengan menggunakan model pengajaran berbasis masalah dengan kelompok siswa yang belajar mengggunakan model pembelajaran konvensional?
5.      Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
a.    Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang belajar menggunakan model pengajaran berbasis masalah dengan kelompok siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran konvensional.
b.      Untuk menganalisis pengaruh interaksi antara model pembelajaran dan keterampilan berpikir  kritis siswa terhadap hasil belajar IPA siswa kelas VI SD Gugus II Untung Surapati.
c.       Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA siswa kelas VI SD Gugus II Untung Surapati pada siswa yang memiliki keterampilan berpikir  kritis rendah, antara kelompok siswa yang belajar dengan menggunakan model pengajaran berbasis masalah dengan kelompok siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran konvensional.
d.      Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA siswa kelas VI SD Gugus II Untung Surapati pada siswa yang memiliki keterampilan berpikir  kritis tinggi antara kelompok siswa yang belajar dengan menggunakan model pengajaran berbasis masalah dengan kelompok siswa yang belajar mengggunakan model pembelajaran konvenssional.
6.      Manfaat Penilitian
a.       Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan perangkat pembelajaran yang dipandu dengan model pengajaran berbasis masalah guna peningkatan hasil belajar IPA di SD
b.      Bagi siswa, penelitian ini akan sangat bermanfaat untuk mengembangkan pemahaman konsep dan meningkatkan hasil belajar IPA maupun sebagai bekal tentang cara memecahkan masalah dalam kehidupannya di masyarakat.
C.  Landasan Teori
1)      Kajian Teoretis
a.      Pandangan Konstruktivistik dalam Pembelajaran
Pandangan konstruktivisme menekankan bahwa guru bukanlah seorang yang maha tahu dan siswa bukanlah yang belum tahu dan karena itu harus diberi tahu. Proses belajar dicirikan oleh aktifnya siswa untuk mencari tahu dengan membentuk pengetahuannya, sedangkan guru membantu agar pencarian itu berjalan baik. Von Glaserfeld menyatakan bahwa pengetahuan bukan merupakan hasil penerimaan pasif, namun merupakan aktivitas pembangunan kognitif oleh individu (dalam Pardjono, 2002). Bodner (dalam Shadiq, 2006) menyatakan bahwa pengetahuan akan tersusun atau terbangun di dalam pikiran siswa sendiri ketika ia berupaya untuk mengorganisasikan pengalaman barunya berdasar pada kerangka kognitif yang sudah ada di dalam pikirannya. Implikasinya, pengetahuan tersebut tidak dapat dipindahkan dari pikiran pengajar ke pikiran pebelajar. Jadi, pebelajar yang harus secara aktif dalam mencari dan memanfaatkan sumber-sumber informasi untuk mendukung pengetahuan yang dimilikinya.
b.      Istilah dan Pengertian Pengajaran Berbasis Masalah
Pengajaran berbasis masalah telah dikenal sejak zaman John Dewey, dan sekarang sudah mulai digunakan sebab setelah ditinjau secara umum pembelajran berdasarkan masalah, dapat menyajikan kepada siswa situasi masalah yang otentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Menurut Tan (dalam Rusman, 2010: 229), pembelajaran berbasis masalah merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBM kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan.
Pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang menggunakan masalah di dunia nyata sebagai konteks tentang keterampilan pemecahan masalah serta memperoleh pengetahuan dan konsep esensial dari mata perlajaran. Pembelajaran  berbasis  masalah  merupakan  suatu  metode  pembelajaran yang  menantang  siswa  untuk  “belajar  bagaimana  belajar”,  bekerja  secara berkelompok  untuk  mencari  solusi dari  permasalahan  dunia  nyata. Masalah  ini  digunakan  untuk  mengikat  siswa  pada  rasa  ingin  tahu  pada pembelajaran yang dimaksud (Duch J.B, 1995). Pembelajaran  berbasis  masalah  merupakan  pembelajaran  dengan pendekatan  konstruktivis, karena disini guru hanya  berperan sebagai penyaji dapat meningkatkan pertumbuhan inkuiri  dan  intelektual  pada  peserta  didik.  Prinsip  utama  pendekatanmasalah,  penanya,  mengadakan  dialog,  pemberi  fasilitas  penelitian, menyiapkan dukungan dan dorongan yang dapat meningkatkan pertumbuhan inkuiri  dan  intelektual  pada  peserta  didik.  Prinsip  utama  pendekatan konstruktivis adalah pengetahuan tidak diterima secara pasif, tetapi dibangun secara aktif oleh siswa (Abbas, 2000 dalam Karim et.al.,2007).


FASE-FASE
PERILAKU GURU
Tahap  1
Orientasi siswa pada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yg dibutuhkan, mengajukan fenomenaatau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat aktif dalam pemecahan masalah yang dipilih
Tahap  2
Mengorganisasikan siswa
Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan  dengan masalah tersebut
Tahap  3
Membimbing penyelidikan
individu dan kelompok
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
Tahap  4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, model dan berbagai tugas dengan teman
Tahap  5
Menganalisa dan mengevaluasi
proses pemecahan masalah
 Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
Tabel 01. Tahapan Pembelajaran Berbasis Masalah
 
(Sumber : Ibrahim & Nur, (dalam Trianto 2007 : 72)
Menurut Rusman (2010: 232-233) karakteristik  pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut:
1)      Permasalahan menjadi starting point dalam belajar;
2)       Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada didunia nyata yang tidak tersruktur;
3)      Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective);
4)      Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar;
5)      Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama;
6)      Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBM;
7)      Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif;
8)      Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan;
9)      Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar; dan
10)  PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar.
Berdasarkan uraian di atas, tampak jelas bahwa pembelajaran dengan model pembelajaran berdasarkan masalah  dimulai oleh adanya masalah yang dalam hal ini dapat dimunculkan oleh siswa ataupun guru, kemudian siswa memperdalam pengetahuannya tentang apa yang mereka telah ketahui dan apa yang mereka perlu ketahui untuk memcahkan masalah tersebut. Siswa dapat memilih masalah yang dianggap menarik untuk dipecahkan sehingga mereka terdorong berperan aktif dan termotivasi dalam kegiatan pembelajaran.
c.       Model Pembelajaran Konvensional
Model pembelajaran yang masih berlaku dan sangat banyak digunakan oleh guru saat ini adalah model pembelajaran konvensional. Pembelajaran konvensional mempunyai beberapa pengertian menurut para ahli, diantaranya:
1.      Djamarah (1996), metode pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Dalam pembelajaran sejarah metode konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan, serta pembagian tugas dan latihan.
2.      Coleman (Whitaker, 1989 dalam Rasana, 2009) mengatakan bahwa pembelajaran konvensional mrupakan asimilasi informasi dengan ciri-ciri serbagai berikut:(1) pemerolehan informasi, (2) pengorganisasian informasi menjadi prinsip umum, penggunaan prinsip-prinsip umum pada kasus-kasus yang bersifat spesifik, dan penerapan prinsip umum pada keadaan-keadaan baru.
            Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konvensional merfupakan pembelajaran yang lebih banyak berpusat pada guru, komunikasi lebih banyak satu arah dari guru ke siswa, metode pembelajaran lebih banyak menggunakan ceramah dan demonstrasi, dan materi pembelajaran lebih pada penguasaan konsep-konsep bukan kompetensi.
Tabel 02. Ringkasan Orientasi Model Pembelajaran Konvensional
Sintaks
Pemberian informasi oleh guru, Tanya jawab, pemberian tugas oleh guru, dan pelaksanaan tugas oleh siswa sampai pada akhirnya guru mearsa bahwa apa yang telah diajarkan dimengerti oleh siswa.
Sistem Sosial
Peran guru sebagai penguasa atau bersifat otoriter dan peran siswa sebagai objek pendidikan bukan sebagai peserta didik. Hubungan yang dibangun adalah hubungan atasan dan bawahan. Jenis – jenis norma yang dikembangkan adalah kepatuhan dan keseragaman.
Prinsip-prinsip Reaksi
Berfokus pada pembentukan perilaku pasif atau menerima saja tanpa protes
Sistem Dukungan
Berfokus pada pemanfaatan fasilitas yang tersedia dan jumlahnya masih sangat terbatas.
(Sumber :  Rasana 2009 : 19)

 
d.      Keterampilan Berpikir Kritis
Berpikir kritis adalah kemampuan memberi alasan secara terorganisasi dan  mengevaluasi kualitas suatu alasan secara sistematis. Ennis dalam Costa (1985), menyebutkan ada lima aspek berpikir kritis, yaitu a) memberi penjelasan dasar (klarifikasi), b) membangun keterampilan dasar, c) menyimpulkan, d) memberi penjelasan lanjut, dan e) mengatur strategi dan taktik.
Keuntungan dari proses belajar mengajar yang memberi penekanan pada kompetensi berpikir kritis yaitu (1) belajar lebih ekonomis, artinya bahwa apa yang diperoleh dari proses pembelajaran akan bertahan lama dalam benak siswa, (2) cenderung  menambah semangat belajar, gairah belajar (antusias) baik pada guru maupun siswa, (3) siswa diharapkan mempunyai sikap ilmiah, dan (4) siswa mempunyai kemampuan memecahkan masalah, baik pada saat pembelajaran di kelas maupun dalam menghadapi permasalahan nyata dalam kehidupan sehari-hari, (5) membiarkan siswa untuk memperkuat gagasan dan keyakinan serta menentukan sendiri nilai-nilai yang akan dihargainya. Tujuan dari berpikir kritis adalah untuk mencapai pemahaman yang mendalam (deep understanding) dan dalam pembelajaran sains adalah untuk meningkatkan keterampilan berpikir siswa dan sekaligus menyiapkan para siswa mengarungi kehidupanya sehari-hari.
Ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan keterampilan berpikir kritis siswa, yaitu karakteristik guru, karakteristik peserta didik, dan strategi yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Sehingga bagi pendidik dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa perlu mempertimbangkan kembali konten dari kurikulum yang digunakan (El-Demerdash,  et al, 2011)
Ennis dalam Costa (1985), menguraikan lebih detail aspek berpikir kritis serta beberapa indikatornya, sebagai berikut:
a)      Memberi penjelasan dasar (klarifikasi)
1.      Memusatkan pada pertanyaan
2.      Menganalisis alasan
3.      Mengajukan dan menjawab pertanyaan klarifikasi (termasuk membedakan dan mengelompokkan)
b)      Membangun keterampilan dasar     
1.      Mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak
2.      Mengamati dan menggunakan laporan hasil observasi
c)      Menyimpulkan    
1.      Penalaran deduksi dan mempertiimbangkan hasil deduksi
2.      Penalaran induksi dan mempertimbangkan hasil induksi
3.      Membuat atau menentukan pertimbangan nilai
d)      Memberi penjelasan lanjut     
1.      Mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan definisi dalam tiga dimensi (bentuk, strategi, dan isi)
2.      Mengidentifikasi asumsi
e)      Mengatur strategi dan taktik 
1.      Memutuskan tindakan
2.      Berinteraksi dengan orang lain
 (Enis dalam Costa, 1988: 54 – 57)
e.       Hasil Belajar Siswa
Belajar merupakan sebuah aktifitas yang terdapat dalam diri manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung dan merubah individu dari tidak bisa menjadi bisa. Belajar yang efektif akan mendapatkan hasil belajar yang baik pula. Hasil belajar merupakan hasil nilai dari yang telah dilaksanakan.
Menurut Sudjana (2006) belajar dan mengajar sebagai aktivitas utama di sekolah meliputi tiga unsur, yaitu tujuan pengajaran, pengalaman belajar mengajar, dan hasil belajar. Hasil belajar merupakan hasil yang dicapai siswa setelah mengalami proses belajar dalam waktu tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.
Hasil belajar merupakan hasil yang dicapai seseorang setelah melakukan kegiatan belajar. Hasil belajar ini merupakan penilaian yang dicapai seorang siswa untuk mengetahui pemahaman tentang bahan pelajaran atau materi yang diajarkan sehingga dapat dipahami siswa. Untuk dapat menentukan tercapainya atau tidaknya tujuan pembelajaran dilakukan usaha-usaha untuk menilai hasil belajar. Penilaian ini bertujuan untuk melihat kemajuan peserta didik dalam menguasai materi yang telah dipelajari dan ditetapkan (Arikunto, 2001).
f.       Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil belajar
Mudjijono dalam Metriani mengatakan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah
a.         Faktor intern, adalah kondisi yang timbul dari dalam diri anak, yang terdiri dari: faktor fisik dan faktor psikis. Faktor fisik, agar belajar dapat mencapai hasil sesuai dengan harapan maka perlu diperhatikan, seperti kondisi badan yang sehat, melakukan olah raga yang teratur, cukup istirahat, terpenuhi kebutuhan makan yang mengandung vitamin dan cukup nutrisinya. Faktor psikis adalah kondisi yang berasal dari aspek kejiwaan seperti rasa kemampuan, minat, perhatian, integensi, motif kedisiplinan dan ingatan.
b.        Faktor ekstern adalah kondisi yang berasal dari luar diri siswa, biasanya berkaitan dengan lingkungan, seperti berikut ini:
1)         Tempat untuk belajar yang kondusif, sebaiknya tersedia tempat khusus atau tersendiri, tenang, warna dinding tidak mencolok, ruangan yang tenang, pertukaran udara yang cukup serta ventilasi yang memenuhi persyaratan.
2)        Alat belajar, kurangnya alat belajar akan berpengaruh terhadap keberhasilan yang tidak memuaskan.
3)        Waktu, kegagalan belajar salah satunya disebabkan oleh tidak teraturnya waktu yang diperlukan.
4)        Pergaulan, untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, maka perlu diupayakn bahwa aktivitas dalam belajar perlu memilih atau memiliki teman yang rajin serta gemar belajar.
5)        Bahan yang dipelajari, keberhasilan belajar selain dipengaruhi oleh bahan pelajaran, juga berkaitan dengan metode yang dipilih bagi
siswanya.

2)      Kajian Hasil-hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian tentang penggunaan model pembelajaran berbasis masalah  telah banyak dilakukan dan hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran perubahan konseptual dapat meningkatkan sikap positif terhadap belajar, perbaikan miskonsepsi, pemahaman konsep, pemecahan masalah, dan keterampilan menggunakan pengetahuan secara. Menurut Gardner : 1999 (dalam Wena, 2009 : 96) pembelajaran berbasis masalah memberikan peluang bagi siswa untuk melibatkan kecerdasan majemuk siswa. Begitu pula penelitian yang dilakukan Ardhana,dkk : 2003 (dalam Wena, 2009 : 96) yang menyebutkan bahwa pembelajaran berbasis masalah dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Hasil penelitian Eko Purwantoro (2005) menyimpulkan bahwa Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Penekanan Representatif dapat meningkatkan hasil belajar, aktivitas siswa dan kemampuan kerjasama dalam kelompok. Jika aktivitas aktif siswa di suatu kelas tergolong baik, maka diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berfikir kreatif siswa.
3)      Kerangka Berpikir
a)      Perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang menggunakan model pengajaran berdasarkan masalah dengan kelompok siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran konvensional
Dalam pembelajaran IPA guru harus berusaha agar anak-anak itu lebih banyak mengerti dan mengikuti pelajaran IPA dengan gembira, sehingga minatnya dalam IPA akan lebih besar. Anak-anak akan lebih besar minatnya dalam IPA bila pelajaran itu disajikan dengan baik dan menarik. Dengan menggunakan model pembelajaran yang inovatif maka anak-anak akan lebih tertarik dalam pelajaran IPA. Guru dapat memilih model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan disampaikan.
PBL (Problem Based Learning) adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan “membenturkan” siswa kepada masalah-masalah yang praktis atau open ended melalui stimulus dalam belajar. Pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran yang menekankan pada penyajian masalah-masalah yang bersifat terbuka, yaitu masalah yang diformulasikan memiliki satu jawaban benar dengan beberapa cara penyelesaian, dan/atau masalah-masalah yang diformulasikan memiliki lebih dari satu jawaban benar dengan lebih dari satu cara penyelesaian.
Dengan demikian dapat diduga bahwa terdapat perbedaan hasil belajar IPA siswa antara kelompok siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dan kelompok siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran konvensional.
b)      Pengaruh interaksi antara model pengajaran berdasarkan masalah dan motivasi berprestasi siswa terhadap hasil belajar IPA siswa kelas VI SD Gugus II Untung Surapati
Dalam proses pembelajaran, guru harus memperhatikan  model pembelajaran yang digunakan agar sesuai dengan kondisi dan situasi siswanya.  Model pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu model untuk menjembatani jarak antara pengetahuan sehari-hari dan konsep yang benar secara ilmiah. Menurut Tan (dalam Rusman, 2010: 229), pembelajaran berbasis masalah merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBM kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan. Bagi siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah akan memiliki perbedaan hasil belajar dengan siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah yang mengikuti pembelajaran konvensional.
c)      Perbedaan hasil belajar IPA siswa kelas VI SD Gugus II Untung Surapati pada siswa yang memiliki keterampilan berpikir kritis rendah, antara kelompok siswa yang belajar dengan menggunakan model pengajaran berdasarkan masalah dengan kelompok siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran konvensional.
Dalam proses pembelajaran keterampilan berpikir kritis siswa sangat diperlukan untuk meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan siswa. Apabila siswa  memiliki keterampilan berpikir kritis yang  rendah maka hasil belajar yang dicapai siswa pasti rendah. Seorang siswa yang memiliki keterampilan berpikir kritis rendah, akan cenderung kurang mempunyai pemahaman tentang materi yang sedang dipelajari. Dengan demikian, diduga terdapat Perbedaan hasil belajar IPA antara siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dan  menggunakan model pembelajaran konvensional pada siswa yang memiliki keterampilan berpikir kritis rendah.
d)     Perbedaan hasil belajar IPA siswa kelas VI SD Gugus II Untung Surapati pada siswa yang memiliki keterampilan berpikir kritis tinggi antara kelompok siswa yang belajar dengan menggunakan model pengajaran berbasis masalah dengan kelompok siswa yang belajar mengggunakan model pembelajaran konvensional.
Keterampilan berpikir kritis sangat diperlukan meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan siswa. Semakin tinggi keterampilan berpikir kritis  yang dimiliki oleh siswa, maka semakin tinggi pula hasil belajar yang dicapai siswa. Seorang siswa yang memiliki keterampilan berpikir kritis tinggi, akan cenderung ingin tahu lebih jauh dan menelaah tentang apa yang ingin ketahui, dan mengikuti pembelajaran dengan serius dan ulet. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah dan mengembangkan keterampilan berargumentasi sejak usia dini merupakan strategi yang unggul dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis. Pemilihan model pembelajaran juga mempengaruhi kemampuan berpikir kritis yang dimiliki siswa. Karena model pembelajaran menentukan bagaimana aktivitas siswa di dalam pembelajaran. Dengan demikian, diduga terdapat Perbedaan hasil belajar IPA antara siswa ang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dan menggunakan model pembelajaran konvensional pada siswa yang memiliki keterampilan beripikir kritis tinggi.
4)      Perumusan Hipotesis
 Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir yang penulis uraikan, maka dapat dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini, yaitu:
a.       Terdapat perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang menggunakan model pengajaran berbasis masalah dengan kelompok siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran konvensional.
b.      Pengaruh interaksi antara model model  pengajaran berbasis masalah dan keterampilan berpikir kritis siswa terhadap hasil belajar IPA siswa kelas VI SD Gugus II Untung Surapati.
c.       Terdapat perbedaan hasil belajar IPA siswa kelas VI SD Gugus II Untung Surapati pada siswa yang memiliki keterampilan berpikir kritis rendah, antara kelompok siswa yang belajar dengan menggunakan model pengajaran berbasis masalah dengan kelompok siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran konvensional.
d.      Terdapat perbedaan hasil belajar IPA siswa kelas VI SD Gugus II Untung Surapati pada siswa yang memiliki keterampilan berpikir kritis tinggi antara kelompok siswa yang belajar dengan menggunakan model pengajaran berbasis masalah dengan kelompok siswa yang belajar mengggunakan model pembelajaran konvensional.

D.    METODE PENELITIAN
1.      Rancangan
Penelitian ini dilaksanakan di SD Gugus II Untung Surapati Kecamatan Mendoyo Kabupaten Jembrana dengan model eksperimen semu, dengan menggunakan rancangan faktorial 2 × 2. Penelitian ini mempunyai kelompok-kelompok perlakuan sebagai variabel bebas yaitu pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dan metode pembelajaran konvensional. Demikian juga dengan variabel motivasi berprestasi dikelompokkan menjadi dua yaitu motivasi berprestasi tinggi dan motivasi berprestasi rendah. Secara visual rancangan penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut.




Tabel 03. Rancangan Penelitian Faktorial 2x2
                            Model
                          Pembelajaran (A)
Keterampilan
Berpikir
 Kritis  (B)
Kooperatif Tipe PBL (A1)
Konvensional
(A2)
Tinggi
(B1)
A1B1
(Y1)
A2B1
(Y2)
Rendah
(B2)
A1B2
(Y3)
A2B2
(Y4)
Total
A1B1 + A1B2
A2B1 + A2B2
Keterangan:
A         =   Model Pembelajaran
A1       =   Kelompok siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe PBL
A2       =   Kelompok siswa yang menggunakan metode pembelajaran konvensional
B         =   Keterampilan Berpikir Kritis
B1       =   Keterampilan Berpikir Kritis tinggi
B2       =   Keterampilan Berpikir Kritis rendah
A1B1  =   Prestasi belajar pada kelompok siswa yang memiliki keterampilan berpikir kritis tinggi dan menggunakan model pembelajaran berbasis maalah (PBL)
A1B2  =   Prestasi belajar pada kelompok siswa yang memiliki keterampilan berpikir kritis rendah dan menggunakan model pembelajaran berbasis maalah (PBL)
A2B1  =   Prestasi belajar pada kelompok siswa yang memiliki keterampilan berpikir kritis tinggi dan menggunakan metode pembelajaran konvensional
A2B2  =   Prestasi belajar pada kelompok siswa yang memiliki keterampilan berpikir kritis rendah dan menggunakan metode pembelajaran konvensional
2.      Populasi dan Sampel Penelitian
a.       Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian ( Suharsismi Arikunto, 2002 : 108). Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas VI semester 2 SD GUGUS II UNTUNG SURAPATI Kecamatan Mendoyo Kabupaten Jembrana tahun pelajaran 2012/2013.. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VI di SD Gugus II Untung Surapati Kecamatan Mendoyo Kabupaten Jembrana yang berjumlah 168 siswa.
b.      Sample
Sample adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti ( Suharsismi Arikunto, 2002 : 109). Dalam penelitian ini sample yang diambil siswa sebanyak 4 kelas di 4 SD gugus yaitu kelas eksperimen dan kelas control. Kelas eksperimen terdiri dari 2 kelas dari 2 SD Gugus yang terdiri dari 19 orang di setiap kelas secara random. Demikian juga  untuk kelas kontrol terdiri dari 2 kelas dari 2 SD gugus yang diambil 19 orang siswa di setiap kelas, yang juga diambil secara random.
Setiap kelompok dipilah menjadi dua yaitu kelompok dengan siswa yang memiliki keterampilan berpikir kritis tinggi dan keterampilan berpikir kritis rendah. Penentuan siswa yang memiliki keterampilan berpikir kritis tinggi dan keterampilan berpikir kritis rendah dengan memberikan Tes Kemampuan Berpikir Kritis. Untuk mengetahui sampel benar-benar setara, dilakukan Uji t-kesetaraan dengan rumus sebagai berikut.
Keterangan:
       = Rata-rata nilai ujian akhir siswa kelompok eksperimen
        = Rata-rata nilai ujian akhir siswa kelompok kontrol
SDx     = Simpangan baku nilai ujian akhir siswa kelompok eksperimen
SDy     = Simpangan baku nilai ujian akhir siswa kelompok kontrol
Nx       = Jumlah kelompok eksperimen
Ny       = Jumlah kelompok kontrol
Kriteria pengujian, thitung < ttabel maka dapat dikatakan bahwa kedua kelas berasal dari sampel yang setara. Setelah dihitung didapatkan nilai t hitung= -1,336 dan nilai t table(0,5),88=1,66. Maka dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok sampel berasal dari kelompok yang setara.
Tabel 04. Data Sampel Penelitian
Kelompok
Nama Sekolah
Jumlah
Kontrol
SD No. 1 Tegalcangkring

SD No. 1 Pergung

Eksperimen
SD No. 2 Pergung

SD No. 3 Pergung

Jumlah


3.      Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini terdiri dari: (1) variabel bebas yaitu variabel yang dimanipulasi dan diprediksi sebagai sebab yang mempengaruhi variabel terikat, (2) variabel moderator yaitu variabel yang tidak dimanipulasi yang diprediksi memiliki potensi untuk memberikan pengaruh terhadap variabel terikat, serta (3) variabel terikat yaitu variabel yang diperkirakan terjadi sebagai akibat dari variabel bebas dan variabel moderator.
a.    Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran berbasis masalah dan metode pembelajaran konvensional.
b.    Variabel Moderator
Variabel moderator dalam penelitian ini adalah keterampilan berpikir kritis tinggi dan keterampilan berpikir kritis rendah.
c.    Variabel Terikat
Variabel terikat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil belajar IPA siswa kelas VI SD Gugus II Untug Surapati Kecamatan Mendoyo Kabupaten Jembrana.
4.      Definisi Variabel Penelitian
4.1  Definisi Konseptual
1.        Model pembelajaran PBL merupakan salah satu model pembelajaran yang    menggunakan masalah  dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah.
2.        Keterampilan berpikir kritis.
Berpikir kritis menelaah, menganalisis, dan mengorganisasikan terhadap informasi yang diterimanya, diperiksa dan dibandingkan dulu kebenarannya dengan pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki sebelumnya sehingga seseorang tersebut mampu memberikan kumpulan terhadap informasi tersebut dengan alasan yang tepat.
3.        Hasil belajar
Hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai siswa dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.

4.2  Definisi Operasional
1.          Model Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran Berbasis Masalah dilaksanakan pada kelompok eksperimen dengan tahapan pembelajaran meliputi penentuan topik masalah, perencanaan kooperatif, implementasi, analisis dan sintesis, presentasi hasil final dan evaluasi.
2.          Keterampilan berpikir kritis yaitu skor yang diperoleh siswa mengerjakan tes keterampilan berpikir kritis. Skor keterampilan berpikir kritis siswa akan digunakan sebagai acuan untuk mengelompokkan siswa menjadi dua kelompok yaitu kelompok siswa dengan keterampilam berpikir kritis tinggi dan kelompok siswa dengan keterampilan berpikir kritis rendah.
3.      Hasil belajar merupakan skor gain yang diperoleh siswa setelah mengerjakan soal  pre-test dan post-tes hasil belajar IPA. Skor gain ini selanjutnya dinormalisasikan.
5.      Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis meliputi data hasil belajar IPA siswa dan data keterampilan berpikir kritis siswa. Data hasil belajar IPA dikumpulkan dengan menggunakan instrumen tes pilihan ganda diperluas sebanyak 20 butir. Untuk data keterampilan berpikir kritis siswa dikumpulkan dengan menggunakan instrumen tes essay sebanyak 10 butir. Adapun metode pengumpulan data secara keseluruhan disajikan dalam di berikut ini.
Tabel 05. Metode pengumpulan data
No
Jenis Data
Instrumen
Subyek
Waktu pengumpulan
1
Hasil belajar
Tes pilihan ganda
Siswa
Awal pembelajaran
2
Hasil belajar
Tes pilihan ganda
Siswa
Akhir pembelajaran
3
Keterampilan berpikir kritis
Tes Essay
Siswa
Awal pembelajaran

Data hasil belajar awal dan keterampilan berpikir kritis siswa dikumpulkan pada saat awal sebelum perlakuan diberikan pada subyek penelitian yaitu melalui pre-test dengan menggunakan tes hasil belajar dan tes keterampilan berpikir kritis. Selanjutnya data hasil belajar dikumpulkan dengan tes hasil belajar setelah perlakuan diberikan pada subyek penelitian. Keseluruhan data siswa diambil dari seluruh sampel penelitian baik untuk kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif Berbasis Masalah maupun kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional.
6.      Instrumen Pengumpulan Data
1)   Konsepsi
Instrumen  dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa terutama yang diukur adalah hasil belajar IPA dan keterampilan berpikir kritis baik pada siswa kelas kontrol maupun siswa kelas eksperimen. Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data skor tes akhir setelah diberikan perlakuan adalah hasil belajar IPA (pilihan ganda) dan tes keterampilan berpikir kritis (essay). Untuk tes hasil belajar terdiri dari 20 butir soal di mana penilaian untuk tiap butir soal menggunakan skala 0 hingga 1 dan kriteria penilaiannya menggunakan rubrik seperti yang disajikan pada tabel
Tabel 06. Metode Pengumpulan Data
Variabel
Metode
Instrumen
Sumber Data
Sifat Data
Hasil Belajar
Tes
Tes Objektif (Pilihan Ganda)
Siswa Kelompok Eksperimen dan Kontrol
Skor (Interval)

Tabel 07. Rubrik Penilaian Keterampilan Berpikir Kritis
Indikator
Deskriptor
Skor
Mengidentifikasi masalah atau isu
Mengidentifikasi semua aspek esensial dari masalah secara jelas.
Membuat ringkasan yang lengkap.
4
Mengidentifikasi semua aspek esensial dari masalah, namun kurang jelas.
Membuat ringkasan yang cukup lengkap.
3
Mengidentifikasi beberapa aspek esensial dari masalah.
Membuat ringkasan yang kurang lengkap.
2
Tidak mengidentifikasi aspek esensial.
Tidak membuat ringkasan dari masalah.
1
Tidak ada jawaban.
0
Mengevaluasi data atau bukti
Menyediakan banyak bukti atau data yang akurat.
Mengevaluasi bukti dan data dari sumber yang relevan.
4
Menyediakan beberapa bukti atau data yang akurat.
Mengevaluasi bukti dan data dari sumber yang kurang relevan.
3
Menyediakan banyak bukti atau data yang kurang akurat.
Mengevaluasi bukti dan data dari sumber yang tidak relevan.
2
Tidak menyediakan bukti atau data, serta
Tidak mengevaluasi bukti dan data dari sumber yang relevan.
1
Tidak menjawab
0
Menyatakan hipotesis
Menyatakan hipotesis yang sesuai dengan isu.
Menyediakan alasan kuat terhadap hipotesis yang dibuat
4
Menyatakan hipotesis yang sesuai dengan isu
Menyatakan alas an kurang kuat terhadap hipotesis yang dibuat
3
Menyatakan hipotesis yang tidak sesuai dengan isu
Menyatakan alas an yang kurang kuat terhadap hipotesis yang dibuat
2
Menyatakan hipotesis dan alasan yang tidak sesuai dengan isu
1
Tidak ada jawaban
0
Menyatakan simpulan implikasi, dan konsekuensi
Menyatakan simpulan yang logis dan jelas.
Menyatakan implikasi atau konsekuensi dari bukti-bukti yang relevan
4
Menyatakan simpulan yang logis namun kurang jelas.
Menyatakan implikasi atau konsekuensi dari bukti-bukti yang kurang relevan
3
Menyatakan simpulan yang kurang logis dan jelas.
Menyatakan implikasi atau konsekuensi tanpa adanya bukti-bukti yang relevan
2
Menyatakan simpilan yang salah
Tidak menyatakan implikasi atau konsekuensi
1
Tidak ada jawaban
0

2)      Kisi-kisi Instrumen
Kisi-kisi instumen yang digunakan terdiri dari dua yaitu kisi-kisi tes hasil belajar IPA dan kisi-kisi ters keterampilan berpikir kritis. Kisi-kisi untuk kedua instrumen tersebut disajikan dalam berikut ini.
Tabel 08. Kisi-kisi Tes Hasil Belajar IPA
No
SK
KD
Indikator
No Soal
Jumlah soal
1.
1. Memahami hubungan antara ciri-ciri makhluk hidup dengan lingkungan tempat hidupnya


1.1 Mendeskripsikan hubungan antara ciri-ciri khusus yang dimiliki hewan (kelelawar, cicak, bebek) dan lingkungan hidupnya



1.1.1 Mencari contoh hewan yang memiliki ciri khusus untuk memenuhi kebutuhannya, misalnya: kelelawar dan cicak
1.1.2 Mendeskripsikan cirri khusus hewan yang ada di sekitarnya, misalnya kelelawar mempunyai alat pendeteksi benda-benda di sekitarnya (sonar)
1,2,3
4,5,6








6



















2


1.2  Mendeskripsikan hubungan antara ciri-ciri khusus yang dimiliki tumbuhan (kaktus, tumbuhan pemakan serangga) dengan lingkungan hidupnya

1.2.1 Memberi contoh tumbuhan yang mempunyai ciri khusus untuk memenuhi kebutuhannya, misalnya teratai.

1.2.2 Mendeskripsikan ciri khusus tumbuhan yang ada di sekitarnya.

1.2.3 Mengaitkan antara ciri khusus yang dimiliki tumbuhan tersebut dengan lingkungan hidupnya.

7,8,9,10, 15,17







11,1219,20





13,1418,16
6









4






4


Tabel 09. Kisi-kisi Tes Psikomotor IPA
No
SK
KD
Indikator
No Soal
Jumlah soal

1. Memahami hubungan antara ciri-ciri makhluk hidup dengan lingkungan tempat hidupnya

1.1 Mendeskripsikan hubungan antara ciri-ciri khusus yang dimiliki hewan (kelelawar, cicak, bebek) dan lingkungan hidupnya



6.2.1   Religius
6.2.2   Perhatian siswa terhaadap pembelajaran
6.2.3   Antusias siswa terhadap pembelajaran
6.2.4   Kedisiplinan dalam pembelajaran
6.2.5   Kerja keras dalam mengerjakan tugas
6.2.6   Kreativitas siswa dalam mengerjakan tugas
6.2.7   Bertanggung jawab dalam mengerjakan tugas
6.2.8   Demokratis dalam menerima pendapat teman
6.2.9   Tekun dalam mengerjakan tugas
6.2.10                       Kerjasama dalam kelompok kerja
1,2
3,4


5,6

7,8

9,10


11,12


13,14

15,16



17,18

19,20




Tabel 10. Kisi-kisi Penilaian Afektif
No
SK
KD
Indikator

1.

2
1. Memahami hubungan antara ciri-ciri makhluk hidup dengan lingkungan tempat hidupnya


1.1 Mendeskripsikan hubungan antara ciri-ciri khusus yang dimiliki hewan (kelelawar, cicak, bebek) dan lingkungan hidupnya
1.3  Mendeskripsikan hubungan antara ciri-ciri khusus yang dimiliki tumbuhan (kaktus, tumbuhan pemakan serangga) dengan lingkungan hidupnya

1.   Kesopanan
2.   Kesungguhan belajar
3.   Kerja sama dlm kelompok belaja
4.   Kejujuran
5.   Beretika dlm bertanya
6.   Beretika dlm menyampaikan



Tabel 11.Kisi - kisi Tes Keterampilan Berpikir Kritis
Indikator Berpikir Kritis yang Diukur
Nomor Soal
Mengidentifikasi masalah atau isu
1,2,3,4
Mengevaluasi data atau bukti
5,6,7,8
Menyatakan Hipotesis
9,10, 11
Menyatakan simpulan, implikasi dan konsekuensi
12,13,14,15

7.      Uji Coba atau Validitas  Instrumen
Validitas yang dicari adalah validitas keterampilan berpikir kritis dengan menggunakan rumus korelasi Product Moment. Menurut Koyan (2011:126), cara menghitung validitas empiris (validitas butir tes). Jika datanya berbentuk polytomi, sebaiknya menggunakan korelasi product moment. Rumus keduanya adalah sebagai berikut.
Rounded Rectangle:  Rumus korelasi produk moment dengan simpangan
8.       
9.       


Rumus korelasi produk moment dengan angka besar
10. 


Rounded Rectangle:
 
11.   

          
Keterangan:
rxy  = Koefisien korelasi antara variable x dan y. (x=X-dan y=Y-)
           = Jumlah perkalian x dan y
x2   = Kuadrat dari x
y2    = kuadrat dari y
N   = Jumlah data
Apabila banyaknya butir soal yang diuji kurang dari 30 butir, dalam menghitung validitas butir tes sebaiknya harga rxy dikoreksi dengan rumus rpq sebagai berikut.
12. 
Keterangan:
rpq  = Koefisien korelasi setelah dikoreksi
rxy   = rip koefisien korelasi sebelum dikoreksi
SDx            = SD dari variabel X
SDy            = SD dari variabel Y
Suatu butir tes dinyatakan valid jika rxy hitung lebih besar daripada rxy tabel dengan taraf siginifikansi atau taraf kekeliruan 5% (rxy-hit > rxy-tab dengan t.s 5%).
a.    Uji Reliabilitas Tes Berpikir Kritis
Jika datanya berbentuk politomi, digunakan rumus Alpha-Cronbach, formula. Rumusnya sebagai berikut (Koyan, 2011:135).
 

Keterangan:
          = koefisien reliabilitas
k            = banyaknya butir
       = varian total
= jumlah varian butir
              Untuk menentukan derajat reliabilitas tes, dapat digunakan kriteria yang dikemukakan oleh Guilford (Koyan, 2011:136) sebagai berikut.
        ≤ 0.20 = sangat rendah
0.20 ≤ 0.40 = rendah
0.40 ≤ 0.60 = sedang
0.60 ≤ 0.80 = tinggi
0.80 ≤ 1.00 = sangat tinggi
b.   Uji Validitas Butir Soal
Sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut benar-benar dapat mengungkap aspek yang diselidiki secara tepat, dengan kata lain harus memiliki tingkat ketepatan yang tinggi dalam mengungkap aspek-aspek yang hendak diukur.
Dalam Koyan (2011:129), untuk data yang berbentuk dikotomi, sebaiknya menggunakan teknik korelasi Point Biserial dengan rumus sebagai berikut.
Keterangan:
rpbi       =   Koefisien korelasi point biserial
Mp      =   Rerata skor dari subjek yang menjawab betul bagi butir yang dicari validitasnya
Mi        =   Rerata skor total
Si            =   Standar deviasi dari skor total
p          =   Proporsi peserta didik yang menjawab betul (banyaknya peserta didik yang menjawab betul dibagi dengan jumlah seluruh peserta didik)
q          =   Proporsi peserta didik yang menjawab salah (q = 1 - p)
            Perhitungan validitas dengan korelasi produk moment dan korelasi point biserial, hampir sama hasilnya. Namun demikian, jika datanya berbentuk dikotomi, sebaiknya menggunakan teknik korelasi point biserial.
c.    Uji Reliabilitas Tes
Suatu instrument penelitian dikatakan mempunyai nilai reliabilitas yang tinggi, apabila tes yang dibuat mempunyai hasil yang konsisten dalam mengukur yang hendak diukur.
Untuk menghitung reliabilitas konsistensi internal yang datanya bersifat dikotomi, digunakan rumus Kuder Richadson 20 (KR-20). KR-20 ini secara khusus untuk menghitung reliabilitas tes yang datanya dikotomi. Rumusnya adalah sebagai berikut (Koyan, 2011:133).
Keterangan:
p        =   proporsi testee yang menjawab betul
q        =   proporsi testee yang menjawab salah
   =   varian total tes
k        =   banyak butir tes
            Dari harga KR-20 yang didapatkan, dibandingkan dengan kriteria sebagai berikut.
0.80 – 1.00 = sangat tinggi
0.60 – 0.79 = tinggi
0.40 – 0.59 = sedang
0.20 – 0.39 = rendah
0.0    – 0.19  = sangat rendah
8.      Metode Analisis Data
a.      Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui profil masing-masing variabel. Dalam wujud deskriptif tentang prestasi belajar IPA, model pembelajaran, dan keterampilan berpikir kritis untuk menentukan tinggi rendah kualitas dari ketiga variabel tersebut. Untuk menentukan tinggi rendahnya kualitas variabel-variabel di atas, skor rata-rata (mean) tiap-tiap variabel dikonversikan dengan menggunakan kriteria rata-rata ideal dan standar deviasi (SD) ideal masing-masing variabel tersebut sebagai berikut.
+ 1,5 SDi + 3,0 SDi = Sangat tinggi
Xi + 0,5 SDi + 1,5 SDi = Tinggi
- 0,5 SDi + 0,5 SDi = Sedang
- 1,5 SDi - 0,5 SDi = Rendah
Xi - 3,0 SDi - 1,5 SDi = Sangat rendah
Keterangan:
= rata-rata ideal dihitung dengan rumus sebagai berikut.
Xi = (skor maksimal ideal + skor minimal ideal)
SDi = standar deviasi ideal dihitung dengan rumus sebagai berikut.
SDi = (skor maksimal ideal – skor minimal ideal)
b.   Deskripsi Data
1)   Menghitung Mean
Mean dari sekelompok (sederetan) angka (bilangan) adalah jumlah dari keseluruhan angka (bilangan) yang ada, dibagi dengan banyaknya angka (bilangan) tersebut. Menurut Sudijono (2006:85) untuk mencari Modus dari data kelompokan, digunakan rumus sebagai berikut.
Keterangan:
         =   Mean (rata-rata)
      =   Jumlah dari hasil perkalian antara Midpoint (nilai tengah) dari masing-masing interval dengan frekuensinya.
N           =   Number of cases (jumlah frekuensi)
2)   Menghitung Modus
Modus tidak lain adalah suatu skor atau nilai yang mempunyai frekuensi paling banyak dengan kata lain skor atau nilai yang memiliki frekuensi maksimal dalam distribusi data. Menurut Sudijono (2006:106) untuk mencari Modus dari data kelompokan, digunakan rumus sebagai berikut.

Keterangan:
  =   Modus
l      =   lower limit (batas bawah nyata dari interval yang mengandung Modus)
    =   frekuensi yang terletak di atas interval yang mengandung Modus
    =   frekuensi yang terletak di bawah interval yang mengandung Modus
u     =   upper limit (batas atas nyata dari interval yang mengandung Modus)
i      =   interval class (kelas interval)
3)   Menghitung Median
Median adalah suatu nilai atau angka yang membagi suatu distribusi data ke dalam dua bagian yang sama besar. Menurut Sudijono (2006:101) untuk mencari Median dari data kelompokan, digunakan rumus sebagai berikut.
Keterangan:
Mdn  =   Median
l         =   lower limit (batas bawah nyata dari interval yang mengandung Median)
   =   frekuensi kumulatif yang terletak di bawah skor yang mengandung Median
       =   frekuensi asli (frekuensi dari skor yang mengandung Median)
N       =   Number of cases
u        =   upper limit (batas atas nyata dari skor yang mengandung Median)
   =   frekuensi kumulatif yang terletak di atas skor yang mengandung Median
i      =   interval class (kelas interval)

c.    Uji Prasyarat dan Uji Hipotesis
1)      Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk meyakinkan bahwa sampel benar-benar berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Uji normalitas data dilakukan dengan Uji Chi-Kuadrat (), dengan rumus sebagai berikut (Dantes, 2011:3).
           
Zi
Keterangan:
     = Mean
Xi      = skor test
Zi      = skor baku
s        = standar deviasi (simpangan baku)
2)      Uji Homogenitas
Uji homogenitas data dilakukan untuk meyakinkan bahwa perbedaan yang terjadi pada uji hipotesis benar-benar terjadi akibat perbedaan dalam kelompok.
Uji homogenitas dilakukan dengan Test Bartlett, dengan rumus sebagai berikut (Dantes, 2011:9).
       
       
       
Keterangan:
chi square
B   = Bartlet
3)      Uji Hipotesis
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan rancangan factorial 2x2, oleh karena itu analisis data menggunakan ANAVA dua jalur (ANAVA AB/Two Way).
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut (Dantes, 2011:37).


Tabel 06. Rumus Anava AB
SV
JK
Db
RJK
F
P
Antar A
a – 1

Antar B
b – 1

Interaksi AB
dbA × dbB

Dalam
N - ab


Total
N – 1




Hipotesis Statistik yang akan diuji adalah sebagai berikut.
Hipotesis 1:
Ho : µA1 = µA2
H1 : µA1 ≠ µA2
Hipotesis 2:
Ho : µ A1B1 = µ A2B1
H1 : µ A1B1 > µ A2B1
Hipotesis 3:
Ho : µ A1B2 = µ A2B2
H1 : µ A1B2 < µ A2B2
Hipotesis 4:
Ho : INT. A X B = 0
H1 : INT. A X B ≠ 0
Keterangan :
µ            =   skor rata-rata parameter
µA1       =   rata-rata populasi hasil belajar belajar IPA pada siswa yang menggunakan setting pembelajaran kooperatif
µA2       =   rata-rata populasi prestasi belajar IPA pada siswa yang menggunakan setting pembelajaran kompetitif
µA1B1     =   rata-rata populasi hasil belajar IPA pada siswa yang menggunakan setting pembelajaran kooperatif dan memiliki keterampilan berpikir kritis  tinggi
µA2B1    =   rata-rata populasi hasil belajar IPA pada siswa yang menggunakan setting pembelajaran kompetitif dan memiliki keterampilan berpikir kritis tinggi
µA1B2    =   rata-rata populasi hasil belajar IPA pada siswa yang menggunakan setting pembelajaran kooperatif dan memiliki keterampilan berpikir kritis rendah
µA2B2    =   rata-rata populasi hasil  belajar IPA pada siswa yang menggunakan setting pembelajaran kompetitif dan memiliki keterampilan berpikir kritis rendah
A           =   setting pembelajaran
B            =   keterampilan berpikir kritis


















DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Dantes, Nyoman. 2011. Metodologi Penelitian (Seri Analisis Varians dan Validitas Instrumen). Singaraja: Undiksha.

Djamarah, Syaiful Bahri. 1994. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha Nasional
Duch, J. Barbara. (1995).  Problems: A Key Factor in PBL.   [Online]. Tersedia : http://www.udel.edu/pbl/cte/spr96-phys.html.  [27 November 2012]
Purwantoro, Eko. 2005. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kreativitas Siswa Kelas II-C SMP Negeri 22 Semarang. Semarang; Universitas Negeri Semarang.
Ennis, R. H. 1985. “Goals for a Critical Thinking Curriculum”. Costa, A. L. (ed). 1988. Developing Minds: A Resource Book For Teaching Thinking. Virginia: ASCD
Mariawan, I M. 2005. Implementasi pendekatan konstektual dengan seting model belajar kooperatif sebagai upaya meningkatkan kualitas pembelajaran fisika di SMA Negeri 2 Singaraja. Laporan penelitian (tidak diterbitkan). Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Universitas Pendidikan Ganesha. Singaraja.
Koyan, Wayan. 2011. Asesmen dalam Pendidikan. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha Press.

Pardjono. 2002. Active Learning: The Dewey, Piaget, Vygotsky, and Constuctivist Theory Perspective. Jurnal Ilmu Pendidikan.  9(1): 163-178.
Rasana, I Dewa Putu Raka. 2009. Laporan Sabbatical leave Model-Model Pembelajaran. Singaraja : Undiksha
Rusman, M.Pd. 2010. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Pers
Sudijono, Anas. 2006. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Sadia, I W., Subagia, W., & Natajaya, I N. 2007. Pengembangan model dan perangkat pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis (critical thinking skills) siswa sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA). Laporan penelitian (tidak diterbitkan). Hibah Pasca Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.

Shadiq, F. 2006. Implementasi konstruktivisme dalam pembelajaran sekolah dasar. Tersedia pada www.damandiri.or.id. Diakses tanggal 27 November 2012
Suyanto, & Hisyam, D. 2000. Refleksi dan reformasi pendidikan di Indonesia memasuki milenium III. Yogyakarta: Adi Cita Karya Nusa.
Trianto. 2007. Model-model pembelajaran Inovatif Brorientasi kontruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Wena, Made. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontrmporer. Jakarta : PT Bumi Aksara




Tidak ada komentar:

Posting Komentar